Pages

Sabtu, 01 Oktober 2011

TAFSIR SURAT "ABASA

TAFSIR SURAT ‘ABASA (IA BERMUKA MASAM, SURAT KE-80)

Surat ke-80 dari Al Qur’an adalah Surat ‘Abasa merupakan surat makkiyah, isi selengkapnya sebagai berikut:
سورة عبس
(IA BERMUKA MASAM)
Surat ke 80 : 42 ayat
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمـَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
عَبَسَ وَتَوَلَّى
1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
أَن جَآءَهُ الْأَعْمَى
2. karena telah datang seorang buta kepadanya
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى
3. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa).
أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ الذِّكْرَى
4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfa’at kepadanya?
أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى
5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
فَأَنتَ لَهُ تَصَدَّى
6. maka kamu melayaninya.
وَمَا عَلَيْكَ أَلاَّ يَزَّكَّى
7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).
وَأَمَّا مَن جَآءَكَ يَسْعَى
8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
وَهُوَ يَخْشَى
9. sedang ia takut kepada (Allah),
فَأَنتَ عَنْهُ تَلَهَّى
10. maka kamu mengabaikannya.
كَلاَّ إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ
11. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,
فَمَن شَآءَ ذَكَرَهُ
12. maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya,
فِي صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍ
13. di dalam kitab-kitab yang dimuliakan,
مَّرْفُوعَةٍ مُّطَهَّرَةٍ
14. yang ditinggikan lagi disucikan,
بِأَيْدِي سَفَرَةٍ
15. di tangan para penulis (malaikat),
كِرَامٍ بَرَرَةٍ
16. yang mulia lagi berbakti.
قُتِلَ الْإِنسَانُ مَا أَكْفَرَهُ
17. Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya?
مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ
18. Dari apakah Allah menciptakannya?
مِن نُّطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ
19. Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya.
ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ
20. Kemudian Dia memudahkan jalannya,
ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ
21. kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur,
ثُمَّ إِذَا شَآءَ أَنشَرَهُ
22. kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.
كَلاَّ لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ
23. Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya,
فَلْيَنظُرِ الْإِنسَانُ إِلَى طَعَامِهِ
24. maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
أَنَّا صَبَبْنَا الْمَآءَ صَبًّا
25. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit),
ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا
26. kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya,
فَأَنبَتْنَا فِيهَا حَبًّا
27. lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu,
وَعِنَبًا وَقَضْبًا
28. anggur dan sayur-sayuran,
وَزَيْتُونًا وَنَخْلاً
29. Zaitun dan pohon kurma,
وَحَدَآئِقَ غُلْبًا
30. kebun-kebun (yang) lebat,
وَفَاكِهَةً وَأَبًّا
31. dan buah-buahan serta rumput-rumputan,
مَّتَاعًا لَّكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ
32. untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.
فَإِذَا جَآءَتِ الصَّآخَّةُ
33. Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua),
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ
34. pada hari ketika manusia lari dari saudaranya,
وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ
35. dari ibu dan bapaknya,
وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ
36. dari isteri dan anak-anaknya.
لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ
37. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُّسْفِرَةٌ
38. Banyak muka pada hari itu berseri-seri,
ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ
39. tertawa dan gembira ria,
وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ
40. dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu,
تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ
41. dan ditutup lagi oleh kegelapan.
أُوْلَئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ
42. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka.

                Surat ini memiliki empat penggal utama:
Pertama, ayat 1 sampai dengan ayat 16, memberi terapi peristiwa tertentu di dalam peristiwa sirah nabawiyah, yaitu ketika Nabi saw tengah sibuk menghadapi para pemimpin Quraisy, mengajak mereka kepada Islam, tiba-tiba Ibnu Ummi Maktum, seorang lelaki buta lahi miskin datang meminta diajari ilmu yang telah diajarkan Allah SWT, lalu Rasulullah saw merasa tidak suka akan hal ini, bermuka masam dan berpaling darinya. Kemudian turunlah ayat ini menegur Rasulullah saw dengan teguran yang kuat dan tegas.
Kedua, ayat 17 sampai dengan ayat 23, mengobati masalah penolakan dan kekafiran manusia kepada Tuhannya, dengan cara mengingatkannya akan sumber eksistensinya, asal penciptaannya, jalan kehidupannya yang dimudahkan, dan Allah-lah yang mematikan dan membangkitkan kembali. Tetapi setelah itu semua, manusia masih saja tidak melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya.
Ketiga, ayat 24 sampai dengan ayat 32, mengarahkan hati manusia kepada sesuatu yang paling lekat dengan dirinya, yaitu makanannya dan makanan ternaknya serta yang ada di balik makanan tersebut berupa penentuan dan pengaturan Allah padanya, seperti halnya pengaturan dan penentuan Allah dalam penciptaan dirinya.
Keempat, ayat 33 sampai dengan ayat 42, memaparkan “ash –Shaakhkhah” (suara yang memekakkan) pada hari terjadinya dengan segala kengerian yang ada padanya, yang tercermin pada lafazhnya, sebagaimana tampak jelas berbagai pengaruhnya di dalam hati manusia yang bingung karena peristiwanya, dan pada wajah-wajah yang ‘berbicara’ tentang apa yang mencengangkannya.

Pertama, ayat 1 sampai dengan ayat 16
Sesungguhnya pengarahan yang turun sehubungan dengan peristiwa ini merupakan perkara yang sangat besar. Jauh lebih besar dari apa yang terlintas pertama kali. Perkara ini dan hakikat yang ingin ditetapkan Allah SWT di muka bumi, juga berbagai dampak yang menyertai penetapan ini secara nyata bagi manusia, sebagai hakikat yang bersifat umum dan manhaj yang  berlaku sepanjang zaman.
                Hakikat ini bukan sekedar masalah bagaimana seorang anak manusia diperlakukan atau bagaimana sekelompok orang diperlakukan. Tetapi maknanya lebih jauh dan lebih besar dari makna ini. Sesungguhnya ia berarti bagaimana manusia menimbang semua persoalan kehidupan. Dari mana mereka mengambil nilai-nilai yang mereka pergunakan untuk menimbang dan menilai tersebut.
                Hakikat yang menjadi penetapan pengarahan ini adalah bahwa  manusia di muka bumi harus mengambil nilai-nilai dan paramaeter mereka dari ajaran langit yang bersifat Ilahiyah semata-mata, datang kepada mereka dari langit, tanpa terikat oleh berbagai kondisi bumi mereka.
                Ini merupakan perkara yang sangat besar, sebagaimana juga merupakan perkara yangn sangat sulit. Sulit bagi manusia untuk hidup di muka bumi dengan nilai-nilaidan timbangan-timbangan yang datang dari langit. Nilai-nilai yang bebas dari pertimbangan-pertimbangan bumi, dan bebas dari berbagai pertimbanngan ini.
                Betapa besar dan sulitnya masalah ini, manakala kita mengetahui besarnya realitas manusia, beban beratnya pada perasaan, tekanannya pada jiwa, dan kesulitannya untuk melepaskan diri dari berbagai kondisi dan tekanan-tekanan yang timbul dari kehidupan nyata manusia, yang berasal dari bebagai keadaan hidup mereka, berbagai keterlibatan kehidupan mereka, warisan-warisan budaya mereka, peninggalan-peninggalan sejarah mereka, dan semua kondisi lain yang menarik mereka dengan keras ke bumi dan menambah beratnya timbangan dan criteria duniawi pada jiwa.
                Betapa besar dan sulitnya masalah ini, manakala kita mengetahui bahwa jiwa Muhammad bin Abdullah saw saja memerlukan pengarahan dari Tuhannya agar bisa mencapainya bahkan memerlukan teguran keras yang sampai pada batas merasa heran terhadap tindakannya ini.
                Sesungguhnya timbangan yang diturunkan Alloh SWT kepada manusia melalui para Rasul, untuk meluruskan semua nilai, adalah: “Sesungguhnya semulia-mulia kamu disisi Alloh adalah orang yang paling bertaqwa” (Al Hujurat: 13).
Inilah satu-satunya nilai yang menjadi tolok ukur manusia! Yaitu nilai langit semata-mata, tanpa memiliki kaitan dengan berbagai kondisi bumi dan situasinya sama sekali.
Islam membuang semua nilai yang berat timbangannya dalam kehidupan manusia, keras tekanannya pada perasaan mereka, dan kuat tarikannya ke bumi. Kemudian menggantikan semua itu dengan nilai baru yang bersumber langsung dari langit, satu-satunya yang diakui dalam timbangan langit.
                Lelaki buta lagi miskin itu (Ibnu Ummi Maktum) datang kepada Rasulullah saw yang tengah sibuk menghadapi sejumlah orang dari kalangan elite Quraisy. Utbah dan Syaibah, keduanya anak Rabi’ah, Abu Jahal Amar bin Hisyam, Umaiyyah bin Khalaf, al walid bin al Mughirah, di samping Abbas bin Abdul Muthalib. Rasulullah mengajak mereka kepada Islam dan berharap keislaman mereka menjadi kebaikan Islam di masa sulit yang dihadapinya di Makkah. Karena mereka menentang dakwah dengan harta, kehormatan, dan kekuatan mereka. Mereka menghalang-halangi manusia manusia dari Islam dan membuat maker yang keras terhadapnya, sehingga mereka dapat memebekukan Islam secara nyata di Makkah.
                Lelaki buta lagi miskin itu datang kepada Rasulullah yang tengah sibuk menghadapi orang-orang tersebut bukan untuk dirinya ataupun untuk kepentingannya, tetapi untuk Islam dan kepentingan Islam. Sekiranya mereka masuk Islam niscaya berbagai hambatan yang sangat keras dan duri-duri tajam akan tersingkirkan dari jalan dakwah di Makkah bahkan Islam akan berkembang di sekitarnya, setelah para pemimpin itu masuk Islam.
                Lelaki itu datang seraya mengatakan kepada Rasulullah saw: Wahai Rasulullah, bacakan dan ajarkan kepadaku apa yang telah diajarkan Alloh kepadamu. Ia mengulanginya sekalipun ia tahu bahwa rasulullah saw tengah sibuk dengan perkara yang dihadapinya, sehingga Rasulullah saw tidak suka pembicaraan dan perhatiannya disela. Hal ini tampak pada muka masam Rasulullah dan berpaling. Rasulullah berpaling dari seorang buta lagi miskin yang ‘mengganggunya’ dari masalah yang sangat penting. Masalah yang diharapkan akan memberikan banyak hal untuk kepentingan dakwah dan Islam. Masalah yang karenanya ia berjuang untuk memenangkan agamanya, memurnikan dakwahnya, mencintai kepentingan Islam dan berkeinginan keras untuk menyebarkannya!


                Penggal kedua, menyatakan keheranan akan sikap manusia yang berpaling dari petunjuk, merasa tidak perlu beriman dan bersikap sombong terhadap ajakan kepada Tuhannya. Keheranan akan sikap dan kekafiran manusia yang tidak mau mengingat akan sumber keberadaan dan asal penciptaannya. Tidak mau memperhatikan pemeliharaan dan kekuasaan Alloh pada setiap tahapan dari tahapan-tahapan penciptaannya di dunia dan akhirat. Tidak mau menunaikan kewajibannya kepada Sang Pencipta, Penjamin, dan Penghisabnya:
 قُتِلَ الْإِنسَانُ مَا أَكْفَرَهُ
“Binasalah manusia…” (17)
Sungguh ia berhak dibinasakan karena tindakannya yang sangat mengherankan itu
“…alangkah amat sangat kekafirannya?”
Alangkah amat sangat kekafiran, pengingkaran, dan penolakannya terhadap berbagai konsekuensi penciptaannya.
 مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ
“Dari apakah Alloh menciptakannya?” (18)
Ia berasal dari sesuatu yang rendah dan tidak berharga.
ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ
“Dari setetes mani Alloh menciptakannya, lalu menentukannya.” (19)
Dari sesuatu yang tidak punya nilai sama sekali. Penciptanyalah yang menentukannya dengan menciptakannya secara cermat dan akurat, menjadikannya makhluk yang mulia, dan mengangkatnya dari asalnya rendah ke derajad yang tinggi untuk melayaninya, bumi dan segala isinya diciptakan.
 ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ
“Kemudian Dia memudahkan jalannya.” (20)
Kemudian Dia merentangkan jalan hidupnya, atau jalan hidayahnya.
ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ
“Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur.” (21)
Maka urusannya di penghujung sama dengan urusannya di permulaan, berada di tangan yang telah mengeluarkannya kepada kehidupan tatkala Dia menghendaki dan mengakhirinya tatkala Dia menghendaki pula.
 ثُمَّ إِذَا شَآءَ أَنشَرَهُ
“Kemudian apabila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali” (22)
Manusia tidak dibiarkan sia-sia. Juga tidak hilang tanpa hisab dan balasan. Apakah kiranya dia telah siap untuk menghadapi perkara ini?
 كَلاَّ لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ
“Sekali-kali jangan, manusia itu belum melaksanakan apa yang Alloh perintahkan kepadanya.”(23)
Manusia secara umum, baik pada tataran individu ataupun pada tataran generasi, belum melaksanakan apa yang diperintahkan Alloh kepadanya… hingga detik terakhir dalam kehidupannya.
==
Penggal ketiga
Mengenai kisah makanan, secara rinci tahap demi tahap, hendaknya semua itu diperhatikan manusia. Adakah tangan yang berperang di dalamnya? Sesungguhnya tangan yang mengeluarkannya kepada kehidupan dan menuturkan ceritanya dengan indah adalah tangan yang mengeluarkan makanannya dan menuturkan kisahnya.
 فَلْيَنظُرِ الْإِنسَانُ إِلَى طَعَامِهِ
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya” (24)
Hendaklah manusia memperhatikan perkara yang dimudahkan, yang sangat dibutuhkan, dan yang terus-menerus ada. Hendaklah ia memperhatikan kisah (proses) nya yang sangat mengagumkan dan mudah, karena saking mudahnya sehingga membuatnya lupa aka keajaibannya.
أَنَّا صَبَبْنَا الْمَآءَ صَبًّا
“Sesungguhnya Kami benar-benar-benar telah mencurahkan air (dari langit)” (25)
Pencurahan air dalam bentuk hujan merupakan fakta yang diketahui oleh setiap manusia dalam setiap lingkungan, dalam semua tingkatan pengetahuan dan pengalaman, apapun adanya.
Tidak ada seorang pun yang berani mengklaimbahwa dirinya menciptakan air ini dalam salah satu bentuknya dan dalam salah satu sejarah (proses) kejadiannya, dan tidak seorang pun yang berani mengklaim dirinya yang mencurahkannya ke bumi.
 ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا
“Kemudian kami belah bumi dengan sebaik-baiknya.” (26)
Ini adalah tahap kedua pencurahan air. Kemudian air itu membelah bumi dan masukdi sela-sela tanahnya, atau melihat tumbuhan membelah bumi, tumbuh di permukaan bumi, menjulang tinggi ke angkasa dengan kuasanya.
فَأَنبَتْنَا فِيهَا حَبًّا
“Lalu kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu” (27)
Segala jenis biji-bijian, baik yang dimakan manusia dalam segala bentuknya, maupun yang dimakan hewan dalam semua keadaannya.
وَعِنَبًا وَقَضْبًا
“(Yakni) anggur dan sayur-sayuran.” (28)
Yang dimaksud adalah anggur dan sayur-sayuran yang kita kenal. 


وَزَيْتُونًا وَنَخْلاً
 
وَحَدَآئِقَ غُلْبًا
وَفَاكِهَةً وَأَبًّا
 


“Zaitun dan pohon kurma. Kebun-kebun (yang) lebat. Dan buah-buahan serta rerumputan.” (29-31)
Itulah kisah makanan, semuanya dari ciptaan tangan yang menciptakan manusia.
مَّتَاعًا لَّكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ
“Untuk kesenangan kalian (manusia) dan untuk binatang ternak kalian, “ (32)
Hingga batas akhir waktunya kesenangan itu, ditentukan Allah SWT ketika Dia menentukan kehidupan.
===
Penggal keempat
Kemudian perkara lain menyusul kesenangan tersebut, suatu perkara yang patut direnungkan manusia sebelum kedatangannya, yaitu penggal keempat


فَإِذَا جَآءَتِ الصَّآخَّةُ
33. Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua),
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ
34. pada hari ketika manusia lari dari saudaranya,
وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ
35. dari ibu dan bapaknya,
وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ
36. dari isteri dan anak-anaknya.
لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ
37. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُّسْفِرَةٌ
38. Banyak muka pada hari itu berseri-seri,
ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ
39. tertawa dan gembira ria,
وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ
40. dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu,
تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ
41. dan ditutup lagi oleh kegelapan.
أُوْلَئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ
42. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka.


“Ash shaakhkhah” adalah lafazh yang memiliki bunyi yang keras dan menembus, nyaris memecahkan gendang telinga, membelah angkasa hingga ke telinga sebagai teriakan bertubi-tubi.
Bunyi yang keras ini menjadi pengantar bagi pemandangan berikutnya, yaitu pemandangan seseorang yang lari dan menghilang dari orang yang paling dekat dengannya.
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya. Dari ibu dan ayahnya. Dari istri dan anak-anaknya” (34-36)
“Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkan.” (37)
Bayangan yang tersembunyi di balik ungkapan ini dan berada di dalam lipatannya adalah bayangan yang sangat mendalam dan jauh. Tidak ada ungkapan yang lebih singkat dan lebih kompreshensif dari ungkapan ini, bagaimana cemasnya perasaan dan ahti nurani.
“Banyak muka pada hari itu berseri-seri. Tertawa dan gembira ria” (38-39)
Itulah keadaan kaum mukminin, wajah yang berseri-seri, bercahaya, berbinar, tertawa ria dan optimis mengharap pada Tuhannya dan merasa tenang karena merasakan keridhaan Tuhannya terhadap dirinya.
“Dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu. Dan ditutup lagi oleh kegelapan. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka. “ (40-42)
Adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh SWT dan semua risalah Nya. Orang-orang yang melampaui batas-batas-Nya dan melanggar larangan-larangan.
(Dikutip dari Fii Zhilaalil Qur'an)

0 komentar:

Posting Komentar