Pages

Sabtu, 30 November 2013

MAKNA DAKWAH

Makna Dakwah

Secara bahasa artinya seruan. Meliputi 7 hal:

1. Seruan kepada manusia (da'watunnas): menyeru, memanggil, mengajak
2. kepada Allah (ilallah): menyeru manusia kepada Allah bukan kepada saya atau aku (ilaina) tetapi kepada Allah (ilallah). Caranya dengan menggambarkan terlebih dahulu Islam secara keseluruhan.
3. dengan hikmah dan perkataan yang baik (Bilhikmati wal mau'idzhotilhasanah) contoh; dalam Al Qur'an kepada nabi; Jika kamuberkata keras maka mereka akan melawan kamu.
An nahl: 125
4. Hingga manusia mengingkari/menjauhi thoghut (hatta yakfuruna bithoghut)
5. Dan beriman kepada Allah (wayu'minubillah)
6. dan mengeluarkan orang tersebut dari kegelapan (wayakhrujunaminadzhulumaat)
7. kepada cahaya Islam (ilannuril islam) (2:257)

Rukun-rukun Da'wah (Arkanul Da'wah):

1. Al 'Ilmu

* Tanpa ilmu orang justru menjadi rusak. orang yang melaksanakan amal tanpa ilmu maka justru akan menjadi bid'ah dan mengantarkannya pada celaka/nar.
*Orang yang tidak berilmu tidak akan bisa menyampaikan sesuatu
*Suatu keniscayaan bagipembina majelis untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya.

2. At Tarbiyah

(asal kata : roba yabu, yang maknanya peningkatan/ pengkatrolan/pembinaan)
• Dari yang sedikit tahu menjadi lebih banyak tahu
• Dari yang tidak beriman menjadi beriman

Apa yang di tarbiyah:
1. Ruhiyah contohnya: qiyamulail, aktivitas kholaqoh
2. Aqliyah; contohnya: mencari wawasan lain, mencari ilmu, banyak bertanya, banyak membaca
3. Jasadiah contohnya: senam rutin minimal 20 menit

3. Aljihad (Mumthahanah:8-9)

Dibolehkan berperang pada orang-orang kafir yang memusuhi kamu, dilarang berkawan dengan orang yang memusuhi kamu, waspada kepada orang kafir.

ANASHIRUD DAKWAH (UNSUR-UNSUR DAKWAH)


Anasir dakwah (unsur-unsur dakwah) ini diambil dari surat Yusuf (12) ayat (108). Dengan ayat ini kemudian ditafsirkan oleh ulama dakwah melalui tafsir dakwahnya sehingga ayat surat ini menggambarkan bagaimana minhajdakwah yang disebutkan oleh Allah SWT di dalam surat Yusuf tersebut..
         Terdapat beberapa unsur dakwah : Qul misalnya yang mengawali surat ini bermakna katakanlah, tetapi juga dalam kaitannya dengan dakwah merupakan syar’iyyatud dakwah, karena ini merupakan firman Allah dan terdapat di dalam Al Qur’an sehingga fungsinya adalah sebagai syar’iyah atau cara/minhaj dakwah. Kemudian Allah menyebutkan hadzihi sabili (inilah jalanku) berarti juga sebagai risalatud dakwah (menyampaikan dakwah), hal ini menunjukkan bagaimana pentingnya jalan dakwah.
            Ad’u (menyeru manusia) adalah perintah dakwah yang bersifat terus-menerus karena ayat ini bermakna fiil mudhari yang berarti kata kerja yang berlaku hari ini, esok, dan masa depan, oleh karena itu dakwah dapat dikatakan sebagai harakatul mustamirah (gerakan yang terus-menerus). Ilallah (kepada Allah) memberi makna ghayatu shahihah (inilah tujuan yang benar), karena hanya kepada Allah saja tujuan dakwah ini bukan berdakwah mengajak kepada kumpulan dan pribadi tetapi kepada Islam.
            ‘Ala bashirah (keterangan atau bukti yang jelas) berarti juga dakwah berjalan berdasarkan minhajul wadhihah. Ana (saya disini Nabi SAW) adalah sebagai pemimpin yang ikhlas (qiyadatul mukhlishah). Wamanittaba’ani (orang yang mengikutinya) sebagai jundiyah muthi’ah (tentara yang patuh dan taat). Kemudian sunnatullah menunjukkan tajarrud dan wama ana minal musyrikin adalah tauhid yang berarti menghindarkan diri dari kemusyrikan.
            Dapat disimpulkan bahwa dakwah harus mengikuti syariat di dalam menyampaikan dakwahnya. Dakwah harus bersifat sesuatu program yang terus-menerus tidak pernah cuti dan berhenti dengan tujuan yang benar dan berdasarkan minhaj yang jelas. Dakwah harus dibawa oleh pengikut yang taat dengan ciri-ciri tajarruddan mentauhidkan Allah.
1.       Anashir dakwah
Syarah
·         Terdapat beberapa anasir atau komponen dakwah yang disebutkan di dalam surat 12:108. Anasir ini menggambarkan minhaj dakwah. Panduan dakwah dapat diambil dari ayat ini misalnya perlunya pemimpin yang ikhlas dan pengikut yang taat, tujuan dan minhaj yang jelas, adanya aktivitas dan pesan, kemudian pelaku dakwah harus beriman bersikap tajarrud. Beberapa anasir dapat dilihat di bawah ini.
2.      Qul-syar’iyyatud dakwah
Syarah
·         Qul atau katakanlah berarti suatu perintah syara yang langsung berasal dari Allah dan RasulNya. Perintah atau arahan yang disebutkan setelah perkataan qul ini berarti sesuatu yang perlu diperhatikan dan mempunyai kepentingan bagi kita. Dalam surat 12 :108 menjelaskan bagaimana dakwah yang perlu dilalui yaitu harus memenuhi beberapa anasir misalnya ada pemimpin, pengikut, tujuan, minhaj, dan sikap.
3.      Hadzihi sabili-risalatud dakwah
Syarah
·         Inilah jalanku didalam surat tersebut merupakan pesan dakwah. Dakwah yang dilakukan Nabi adalah jalan yang perlu juga dilalui oleh setiap muslim. Dakwah itu sendiri merupakan pesan yang perlu kita tunaikan. Namun demikian, jalan dakwah yang dikehendaki Islam adalah dakwah yang lengkap dan mempunyai beberapa anasir.
4.      Ad’u-harakatul mustamirah
Syarah
·         Ad’u artinya aku menyeru. Di dalam ayat ini yang perlu diperhatikan adalah kalimat ad’u adalah kalimat mudhari’ berarti kalimat yang berlaku saat ini dan akan terjadi seterusnya di masa depan. Dengan pengertian ini maka mufasir dakwah menyebutkan bahwa sifat dakwah adalah aktivitas atau gerakan yang terus-menerus, tiada henti walau bagaimanapun keadaannya baik dalam keadaan susah ataupun senang. Dakwah yang senantiasa berjalan adalah sunnahnya dakwah Islam, siapa yang mengikuti jalan ini harus menjadikan kehidupannya adalah kehidupan dakwah. Oleh karena itu dakwah berjalan maka tidak akan mungkin muncul pemandulan atau tidak ada pengikut. Kekurangan pengikut dan mandulnya potensi dakwah disebabkan karena dakwah tidak berjalan. Walaupun dakwah berjalan sedikit maka dapat dipastikan memperoleh hasil.
5.      Ilallah-ghoyatu shahihah
Syarah
·         Dakwah yang ilallah adalah dakwah yang mempunyai tujuan kepada Allah, hal ini merupakan tujuan yang benar. Apabila tujuan dakwah bukan kepada Allah maka dakwah tidak bertujuan baik, ia akan menyimpang. Dakwah yang bertujuan tidak baik ini misalnya adalah dakwah yang mengajak kepada kumpulan (jamaah) atau dakwah yang membawa kepada pribadi (syakhshiyah). Jamaah atau syakhshiyah da’i adalah wasilah atau pintu untuk berdakwah tetapi nilai yang disampaikan adalah nilai Islam. Selain itu dakwah ilallah adalah dakwah yang mengajak mad’u dekat dengan Al Qur’andan sunnah sehingga mereka mencintai dan membelanya.
6.      ‘Ala bashirah-minhajul wadhihah
Syarah
·         Dakwah yang dijalankan juga harus berdasarkan keterangan yang jelas dengan petunjuk yang benar dan panduan yang lengkap. Al Qur’an dan Sunnah merupakan bagian dari rujukan dan utama dalam dakwah. Bashirah adalah yang berasal dari Islam maka dengan demikian dakwah juga harus berdasarkan minhajul wadhihah (panduan yang jelas). Beberapa contoh minhaj yang wadhih di dalam dakwah adalah dakwah harus dengan hikmah, hasanah, dan marhamah, dakwah mengikuti anasir seperti jama’ah, pemimpin, dan pengikut. Dakwah harus mengikuti marhalah, dakwah memiliki tujuan dan berbagai wasilah yang dapat diterima oleh mad’u dan sebagainya.
7.      Ana-qiyadatul mukhlishah
Syarah
·         Saru anasir penting di dalam dakwah yang tidak boleh dilupakan adalah adanya pemimpin. Pemimpin ini berarti orang yang membawa jamaah beserta pengikutnya. Ciri utama yang perlu dimillki oleh qiyadah adalah ikhlas (qiyadah mukhlishah). Dengan keikhlasan ini, qiyadah dapat membawa jamaah dengan baik walaupun banyak cobaan, tantangan, fitnah dari dalam maupun dari luar. Dengan ikhlas qiyadah dapat menerima kenyataan yang berlaku serta dapat menghadapi masalah dengan baik. Qiyadah yang tidak ikhlas akan membawa pengikutnya kepada kepentingan pribadi dan memperturutkan hawa nafsunya saja. Pemimpin yang demikian banyak terjadi pada beberapa contoh di dalam gerakan Islam atau bukan, dimana gerakan menjadi terabantukan.
8.      Wamanittaba’ani
Syarah
·         Adanya qiyadah harus diikuti dengan adanya jundiyah (pengikut). Apabila qiyadah mukhlishah maka jundiyah harus muthi’ah. Pengikut yang tidak taat, maka akan menghentikan proses dakwah dan akan menghancurkan dakwah itu sendiri. Pengikut yang tidak taat tidak akan dapat diarahkan untuk mengerjakan program gerakan. Kehadiran, keterlibatan, dan partisipasi yang kurang ke dakwah adalah ciri dari tidak taatnya jundi kepada qiyadah. Program yang baik, sasaran yang menarik, dan wasilah yang canggih tidak akan tercapai apabila pengikut tidak taat. Keberadaan pengikut di dalam dakwah sangatlah diperlukan bagi perkembangan dakwah itu sendiri, tetapi yang lebih penting lagi adalah pengikut yang setia.
9.      Subhanallah-tajarrud
Syarah
·         Maha suci Allah adalah sikap tajarrud pengikut ataupun pemimpin dakwah. Pelaku dakwah harus senantiasa mensucikan Allah dengan perbuatan, pemikiran dan akhlaknya. Dengan membebaskan diri dari kejahiliyahan, kekotoran, kemusyrikan, dan kebatilan akan membawa kita kepada kejayaan dakwah. Mensucikan Allah maka akan mendukung dan membela kita.

10.   Wama ana minal musyrikin

Syarah

·         Sikap berikutnya dari pelaku dakwah adalah tidaklah dirinya menjadi orang yang musyrik. Pelaku dakwah harus melakukan tauhid saja. Bentuk tauhid diantaranya adalah meninggalkan segala bentuk pengabdian selain kepada Allah dan juga menghindari segala tingkah laku bukan Islam. Tauhid dari segi uluhiyah ini mempunyai kesan yang tinggi kepada semua aspek kehidupan kita. Dengan tauhid juga maka akan mewarnai pemikiran, akhlak, dan ruhani dengan Islam.

Dalil

"Katakanlah (wahai Muhammad) ini jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada (agama) Allah dengan hujjah yang nyata. Mha suci Allahsan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik," Al Qur'an Surat Yusuf (12) ayat (108)

KEUTAMAAN DAKWAH





Beberapa Keutamaan Dakwah:
  1. Dakwah menjadi utama karena ia adalah muhimmatur rusul (tugas para nabi dan rasul).
  2. Dakwah menjadi utama karena ia adalah ahsanul a’mal (sebaik-baik amal).
  3. Dakwah menjadi utama karena dengan berdakwah seorang muslim meraih pahala yang teramat besar (al-hushul ‘alal ajri al-azhim).
  4. Dakwah menjadi utama karena dapat menyelamatkan da’i dari azab Allah swt dan pertanggungjawaban di akhirat.
  5. Dakwah menjadi utama karena ia adalah jalan menuju khairu ummah (terbentuknya umat yang terbaik).
Dengan demikian berarti seorang da’i sedang menjalani kehidupan rabbaniyyah (al-hayah ar-rabbaniyyah) dan kehidupan yang penuh keberkahan (a-hayah al-mubarakah).

Narasi
Dakwah adalah aktivitas menyeru manusia kepada Allah swt dengan hikmah dan pelajaran yang baik dengan harapan agar objek dakwah (mad’u) yang kita dakwahi beriman kepada Allah swt dan mengingkari thagut (semua yang di abdi selain Allah) sehingga mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.
Jika kita melihat ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits Rasulullah saw, kita akan banyak menemukan fadhail (keutamaan) dakwah yang luar biasa. Dengan mengetahui, memahami, dan menghayati keutamaan dakwah ini seorang muslim akan termotivasi secara kuat untuk melakukan dakwah dan bergabung bersama kafilah dakwah di manapun ia berada.
Mengetahui keutamaan dakwah termasuk faktor terpenting yang mempengaruhi konsistensi seorang muslim dalam berdakwah dan menjaga semangat dakwah, karena keyakinan terhadap keutamaan dakwah dapat menjadikannya merasa ringan menghadapi beban dan rintangan dakwah betapapun beratnya.

Beberapa keutamaan dakwah yang dapat kita sebutkan dalam pokok bahasan ini adalah:

1.  Dakwah adalah Muhimmatur Rusul (Tugas Utama Para Rasul alaihimussalam)
Para rasul alaihimussalam adalah orang yang diutus oleh Allah swt untuk melakukan tugas utama mereka yakni berdakwah kepada Allah. Keutamaan dakwah terletak  pada disandarkannya kerja dakwah ini kepada manusia yang paling utama dan mulia yakni Rasulullah saw dan saudara-saudara beliau para nabi & rasul alaihimussalam.
Katakanlah (Hai Muhammad): “Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah (mengajak kamu)  kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf (12): 108).
Ayat di atas menjelaskan jalan Rasulullah saw dan para pengikut beliau yakni jalan dakwah. Maka barangsiapa mengaku menjadi pengikut beliau saw, ia harus terlibat dalam dakwah sesuai kemampuannya masing-masing.
Tentang Nabi Nuh as, Allah mengisahkan kesibukan beliau yang tak kenal henti dalam menjalankan tugas berdakwah siang dan malam:
Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah mendakwahi (menyeru) kaumku malam dan siang. (Nuh (71): 5).
Tentang Nabi Ibrahim as, Allah mengisahkan dakwah yang beliau lakukan kepada ayah dan umatnya:
69. dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim.
70. ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Apakah yang kamu sembah?”
71. mereka menjawab: “Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya”.
72. berkata Ibrahim: “Apakah berhala-berhala itu mendengar (doa)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya)?,
73. atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudarat?”
74. mereka menjawab: “(Bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian”.
75. Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah,
76. kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?,
77. karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam,
78. (Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku,
79. dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,
80. dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku,
81. dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali),
82. dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat”. (Asy-Syuara (26): 69-82).
Tentang Nabi Musa as, Allah swt mengisahkan dakwah beliau dalam banyak ayat-ayat Al-Quran, di antaranya:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: “Sesungguhnya aku adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam”.  Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya. (Az-Zukhruf (43): 46-47).
Tentang Nabi Isa as, Allah swt mengisahkan dakwah beliau dalam firman-Nya:
Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: “Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa hikmah  dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah (kepada) ku”. Sesungguhnya Allah Dialah Tuhanku dan Tuhan kamu maka sembahlah Dia, ini adalah jalan yang lurus. (Az-Zukhruf (43): 63-64).
Pintu kenabian dan kerasulan memang sudah tertutup selama-lamanya, namun kita masih dapat mewarisi pekerjaan dan tugas mulia mereka, sehingga kita berharap semoga Allah swt berkenan memuliakan kita.

2.  Dakwah adalah Ahsanul A’mal (Amal yang Terbaik)
Dakwah adalah amal yang terbaik, karena dakwah memelihara amal Islami di dalam pribadi dan masyarakat. Membangun potensi dan memelihara amal shalih adalah amal dakwah, sehingga dakwah merupakan aktivitas dan amal yang mempunyai peranan penting di dalam menegakkan Islam. Tanpa dakwah ini maka amal shalih tidak akan berlangsung.
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah (menyeru) kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Fushilat (41): 33).
Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya: Allah swt menyeru manusia: “Wahai manusia, siapakah yang lebih baik perkataannya selain orang yang mengatakan Rabb kami adalah Allah, kemudian istiqamah dengan keimanan itu, berhenti pada perintah dan larangan-Nya, dan berdakwah (mengajak) hamba-hamba Allah untuk mengatakan apa yang ia katakan dan mengerjakan apa yang ia lakukan.” (Tafsir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al-Quran, 21/468).
Bagaimana tidak akan menjadi ucapan dan pekerjaan yang terbaik? Sementara dakwah adalah pekerjaan makhluk terbaik yakni para nabi dan rasul alaihimussalam.
Sayyid Quthb rahimahullah berkata dalam Fi Zhilal Al-Quran: “Sesungguhnya kalimat dakwah adalah kalimat terbaik yang diucapkan di bumi ini, ia naik ke langit di depan kalimat-kalimat baik lainnya. Akan tetapi ia harus disertai dengan amal shalih yang membenarkannya, dan disertai penyerahan diri kepada Allah sehingga tidak ada penonjolan diri di dalamnya. Dengan demikian jadilah dakwah ini murni untuk Allah, tidak ada kepentingan bagi seorang da’i kecuali menyampaikan.  Setelah itu tidak pantas kalimat seorang da’i kita sikapi dengan berpaling, adab yang buruk, atau pengingkaran. Karena seorang da’i datang dan maju membawa kebaikan, sehingga ia berada dalam kedudukan yang amat tinggi…” (Fi Zhilal Al-Quran 6/295).

3. Dakwah memiliki keutamaan yang besar karena para da’i akan memperoleh balasan yang besar dan berlipat ganda (al-hushulu ‘ala al-ajri al-‘azhim).
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لِعَلِيٍّ: ((فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ)) (رواه البخاري ومسلم وأحمد)
Sabda Rasulullah saw kepada Ali bin Abi Thalib: “Demi Allah, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan (dakwah)mu maka itu lebih bagimu dari unta merah.” (Bukhari, Muslim & Ahmad).
Ibnu Hajar Al-‘Asqalani ketika menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa: “Unta merah adalah kendaraan yang sangat dibanggakan oleh orang Arab saat itu.”
Hadits ini menunjukkan bahwa usaha seorang da’i menyampaikan hidayah kepada seseorang adalah sesuatu yang amat besar nilainya di sisi Allah swt, lebih besar dan lebih baik dari kebanggaan seseorang terhadap kendaraan mewah miliknya.
Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan:
« يَا عَلِيُّ، لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ عَلَى يَدَيْكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ » (رواه الحاكم في المستدرك)
“Wahai Ali, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan usaha kedua tanganmu, maka itu lebih bagimu dari tempat manapun yang matahari terbit di atasnya (lebih baik dari dunia dan isinya). (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ)) (رواه الترمذي عن أبي أمامة الباهلي).
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt memberi banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili).
Berapakah jumlah malaikat, semut dan ikan yang ada di dunia ini? Bayangkan betapa besar kebaikan yang diperoleh oleh seorang da’i dengan doa mereka semua!
Imam Tirmidzi setelah menyebutkan hadits tersebut juga mengutip ucapan Fudhail bin ‘Iyadh yang mengatakan:
عَالِمٌ عَامِلٌ مُعَلِّمٌ يُدْعَى كَبِيرًا فِي مَلَكُوتِ السَّمَوَاتِ
“Seorang yang berilmu, beramal dan mengajarkan (ilmunya) akan dipanggil sebagai orang besar (mulia) di kerajaan langit.”
Keagungan balasan bagi orang yang berdakwah tidak hanya pada besarnya balasan untuknya tetapi juga karena terus menerus nya ganjaran itu mengalir kepadanya meskipun ia telah wafat.
Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini:
((مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّـئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ)) (رواه مسلم عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنه).
“Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang mencontohnya tanpa dikurangi sedikit pun pahala mereka yang mencontoh nya. Dan barangsiapa mencontohkan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan oleh orang lain, maka akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang menirunya tanpa mengurangi mereka yang menirunya. (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah ra).

4.  Dakwah dapat menyelamatkan kita dari azab Allah swt (An-Najatu minal ‘Azab)
Dakwah yang dilakukan oleh seorang da’i akan membawa manfaat bagi dirinya sebelum manfaat itu dirasakan oleh orang lain yang menjadi objek dakwahnya (mad’u). Manfaat itu antara lain adalah terlepasnya tanggung jawabnya di hadapan Allah swt sehingga ia terhindar dari adzab Allah.
Tersebutlah sebuah daerah yang bernama “Aylah” atau “Eliah” sebuah perkampungan Bani Israil. Penduduknya diperintahkan Allah untuk menghormati hari Jumat dan menjadikannya hari besar, namun mereka tidak bersedia dan lebih menyukai hari Sabtu. Sebagai hukumannya Allah swt melarang mereka untuk mencari dan memakan ikan di hari Sabtu, dan Allah membuat ikan-ikan tidak muncul kecuali di hari Sabtu. Sekelompok orang kemudian melanggar larangan ini dan membuat perangkap ikan sehingga ikan-ikan di hari Sabtu masuk ke dalam perangkap lalu mereka mengambilnya di hari ahad dan memakannya. Sementara orang-orang yang tidak melanggar larangan Allah terbagi menjadi dua kelompok yaitu mereka yang mencegah kemunkaran dan mereka yang diam saja.
Terjadilah dialog antara orang-orang yang diam saja dengan mereka yang  berdakwah mengingatkan saudara-saudaranya yang melanggar larangan Allah. Dialog ini disebutkan dalam Al-Quran:
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri  yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu , di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu , dan supaya mereka bertakwa. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Al-A’raf (7): 163-165).
Perhatikan jawaban orang-orang yang berdakwah ketika ditanya mengapa mereka menasehati orang-orang yang melanggar perintah Allah:
1.    مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ
2.    وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
1.    Kami berdakwah agar menjadi argumentasi & penyelamat kami dihadapan Allah swt.
2.    Mudah-mudahan mereka bertaqwa.
Perhatikan pula bahwa yang secara tegas diselamatkan oleh Allah dari adzab-Nya adalah orang-orang yang melarang perbuatan maksiat.
Dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar adalah kontrol sosial yang harus dilakukan oleh kaum muslimin agar kehidupan ini selalu didominasi oleh kebaikan. Kebatilan yang mendominasi kehidupan akan menyebabkan turunnya teguran atau adzab dari Allah swt. Rasulullah saw bersabda:
((مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا)) (رواه البخاري)
Perumpamaan orang yang tegak di atas hukum-hukum Allah dengan orang yang melanggarnya seperti kaum yang menempati posisinya di atas bahtera, ada sebagian yang mendapatkan tempat di atas, dan ada sebagian yang mendapat tempat di bawah. Mereka yang berada di bawah jika akan mengambil air harus melewati orang yang berada di atas, lalu mereka berkata: “Jika kita melubangi bagian bawah milik kita dan tidak mengganggu mereka..” Kalau mereka membiarkan keinginan orang yang akan melubangi, mereka semua celaka, dan jika mereka menahan tangan mereka maka selamatlah semuanya. (HR. Bukhari).
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ)) (رواه الترمذي وقَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ).
Dari Hudzaifah bin Yaman ra dari Nabi Muhammad Saw beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau Allah akan menurunkan hukuman dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR Tirmidzi, beliau berkata: hadits ini hasan).

5.  Dakwah adalah Jalan Menuju Khairu Ummah
Rasulullah saw berhasil mengubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik sepanjang zaman dengan dakwah beliau. Dakwah secara umum dan pembinaan kader secara khusus adalah jalan satu-satunya menuju terbentuknya khairu ummah yang kita idam-idamkan. Rasulullah saw melakukan tarbiyah mencetak kader-kader dakwah di kalangan para sahabat beliau di rumah Arqam bin Abil Arqam ra, beliau juga mengutus Mush’ab bin Umair ra ke Madinah untuk membentuk basis dan cikal bakal masyarakat terbaik di Madinah (Anshar).
Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw ini adalah juga jalan yang harus kita tempuh untuk mengembalikan kembali kejayaan umat. Imam Malik bin Anas ra berkata:
لاَ يَصْلُحُ آخِرُ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا
Akhir umat ini tidak menjadi baik kecuali menggunakan cara yang digunakan untuk memperbaiki generasi awalnya. (Nashiruddin Al-AlBani, Fiqhul Waqi’ hlm 22).
Umat Islam harus memainkan peran dakwah & amar ma’ruf nahi munkar dalam semua keadaannya, baik ketika memperjuangkan terbentuknya khairu ummah maupun ketika cita-cita khairu ummah itu telah terwujud. Allah swt berfirman:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Ali Imran (3): 110).

Al-Hayatu Ar-Rabbaniyyah
Dengan semua keutamaan dakwah di atas, berarti seorang da’i dengan dakwahnya sedang menjalani hidupnya dengan kehidupan rabbaniyyah yakni kehidupan yang selalu berorientasi kepada Allah swt dan kehidupan yang selalu diisi dengan belajar Al-Quran yang menjadi sumber kebaikan serta mengajarkannya kepada orang lain.
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (Ali Imran (3): 79).
Rasulullah saw diperintahkan oleh Allah swt untuk mengajak umatnya agar menjadi orang-orang yang Rabbani yakni mereka yang selalu belajar dan mengajarkan Al-Quran sehingga hidup mereka menjadi rabbani pula. Dakwah adalah aktivitas belajar dan mengajarkan Al-Quran baik dalam membacanya, memahaminya, mengamalkannya, memperjuangkan tegaknya hukum-hukumnya, dan konsisten dalam melakukan itu semua.
Kehidupan rabbaniyyah adalah kehidupan seorang da’i yang selalu mengorientasikan semua aktivitasnya kepada Allah swt Rabbnya, di mana kehidupan, kematian, ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah semuanya dipersembahkan untuk Allah swt. Ibadah yang menjadi tujuan hidup semua manusia dilaksanakan untuk mengagungkan Allah swt seagung-agungnya dan untuk menyatakan kehinaan dan kelemahan kita di hadapan-Nya. Dakwah adalah salah satu bentuk pengagungan kepada Allah yang paling utama, karena di dalamnya seorang da’i meninggikan kalimat-Nya melalui lisannya, amalnya, dan ajakannya kepada orang lain. Di dalam dakwah seorang da’i bersabar menghadapi berbagai ujian berat semata-mata demi mengagungkan Allah swt. Semakin berat tantangan dan ujian dalam mengagungkan Allah swt, semakin besar dan mulia bentuk pengagungan itu di sisi Allah swt.
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (Al-An’am (6): 162).

Al-Hayah Al-Mubarakah (Kehidupan yang Diberkahi)
Dengan selalu berdakwah di jalan Allah swt serang da’i telah menjadikan hidupnya penuh keberkahan. Yang dimaksud dengan keberkahan adalah kebaikan yang banyak dan melimpah di sisi Allah swt. Para Nabi alaihimussalam adalah orang yang paling diberkahi dan kehidupannya adalah kehidupan penuh keberkahan, perhatikan ucapan Nabi Isa as tentang dirinya:
Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam (19): 31).
Penyebab utama kehidupan Nabi Isa dan para Nabi lainnya diberkahi oleh Allah swt adalah pekerjaan mereka sebagai orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk mendakwahkan ajaran-Nya kepada manusia. Inilah yang dipahami oleh Ibnul Qayyim – salah seorang ulama besar – ketika menjelaskan surat Maryam ayat 31 di atas. Beliau berkata:
فَإِنَّ بَرَكَةَ الرَّجُلِ:
•    تَعْلِيْمُهُ لِلْخَيْرِ حَيْثُ حَلَّ،
•    وَنُصْحُهُ لِكُلِّ مَنْ اِجْتَمَعَ بِهِ.
قَالَ تَعَالَى إِخْبَارًا عَنِ الْمَسِيْحِ: وجعلني مباركا أينما كنت  [مريم: ٣١] أَيْ:
1.    مُعَلِّمًا لِلْخَيْرِ،
2.    دَاعِيًا إِلَى اللهِ،
3.    مُذَكِّرًا بِهِ،
4.    مُرَغِّبًا فِيْ طَاعَتِهِ.
Keberkahan seseorang itu ada pada:
•    pengajarannya terhadap segala macam kebajikan di mana pun ia berada, dan
•    Nasehat yang ia berikan kepada semua orang yang ijtima’ (berkumpul) dengannya.
Saat menceritakan tentang nabi Isa – ‘alaihissalam – Allah swt berfirman:
“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada”. (Q.S. Maryam: 31)
Nabi ‘Isa – ‘alaihissalam – menjadi manusia yang membawa berkah adalah karena ia:
  1. Menjadi guru kebajikan
  2. Juru dakwah yang menyeru manusia kepada Allah – subhanahu wa ta’ala -
  3. Mengingatkan manusia tentang Allah – subhanahu wa ta’ala -
  4. Mendorong dan memotivasi manusia untuk taat kepada Allah – subhanahu wa ta’ala.
Demikian Ibnul Qayyim melihat keberkahan dalam hidup seseorang, di mana kehidupan yang berkah itu – menurut beliau & sesuai arahan Al-Quran – ditentukan oleh aktivitas memberi manfaat kepada orang lain melalui dakwah dan kebaikan yang disebarkan demi meninggikan kalimat Allah swt.

Minggu, 08 September 2013

APAKAH KITA PARA AKTIVIS?

Kami telah menjawab pertanyaan “Kepada Apa Kita Menyeru Manusia?” yang
dilontarkan oleh banyak orang berkali-kali, pada risalah yang lalu. Mereka senantiasa
bertanya setiap diseru untuk mendukung jam’iyyah Ikhwanul Muslimin dengan
pertanyaan: “Kepada apa jam’iyyah Ikhwanul Muslimin menyeru?” saya terpaksa
menjawab dan menjelaskan dasar-dasar dakwah ini-pada risalah yang lalu-dengan
jawaban yang kiranya dapat memenuhi hajat orang-orang yang bertanya tersebut, tanpa
ada yang rancu lagi. Kalau tidak salah, saya telah memberi jawaban secara globaldengan
membahas dasar-dasar dakwah ini-pada tulisan yang pertama, kemudian saya
merincinya pada uraian selanjutnya. Dengan demikian, rasanya tidak ada lagi alasan
bagi orang yang ingin mengenal hakekat dakwah Ikhwanul Muslimin, baik secara
global maupun rinci, untuk mengatakan: tidak tahu!
Ada lagi pertanyaan yang tersisa, yang banyak dilontarkan orang ketika diajak
memberikan dukungan kepada jamaah ini; yang beraktivitas siang dan malam tanpa
mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih dari siapapun, kecuali dari Allah saw.
Semata. Mereka tidak pula menyandarkan langkah-langkahnya kecuali kepada
dukungan dan pertolongan-Nya, karena ‘tidak ada kemenangan kecuali dari sisi-Nya’.
Pertanyaan tersebut, yang sering dilontarkan dengan nada sinis, adalah: Apakah jamaah
ini merupakan jamaah aktif, dan anggotanya para aktivis?
Orang yang bertanya ini adalah salah satu dari orang-orang dengan tipe berikut:
- Mungkin ia adalah sosok pengumbar hawa nafsu yang perangainya destruktif, yang
ketika melontarkan pertanyaan ini tidak memiliki kepentingan kecuali untuk
membuat kekacauan ditubuh jamaah dan prinsip pemikirannya, serta para
pendukungnya yang tulus. Ia tidak menganut agama jika dengan itu tidak
mendapatkan keuntungan pribadi. Ia tidak peduli dengan urusan orang lain, kecuali
jika urusan itu memberikan kemanfaatan bagi dirinya.
- Mungkin ia pribadi yang lalai akan dirinya sendiri dan-begitu juga-terhadap orang
lain. Ia tidak memiliki tujuan hidup, tidak memiliki prinsip pemikiran, dan tidak
pula aqidah.
- Mungkin ia adalah sosok yang hobinya bersilat lidah dan melontarkan pertanyaan-
pertanyaan yang indah-indah agar dianggap oleh para pendengarnya sebagai orang
‘berisi’, meski kenyataannya ‘tong kosong berbunyi nyaring’ dengan perilakunya,
ia ingin membersitkan kesan dibenak kalian bahwa dirinya adalah sosok pencinta
amal. Ia senantiasa berusaha membersitkan kesan itu, namun tidak pernah
menemukan jalan. Ia menyadari betul kebohongan dirinya dengan lontaran katakatanya
itu, dan itu semua ia lakukan sekedar untuk menutupi kelemahan dirinya.
- Mungkin ia seorang yang tengah berupaya untuk melemahkan semangat orangorang
yang menyeru dakwah, agar-dengan lemahnya semangat itu-ia punya alasan
untuk menapik seruanya, untuk merespon secara dingin, dan akhirnya berpaling dari
amal jama’i.
Golongan yang manapun dari mereka itu, jika anda menemuinya dijalan lalu anda
jelaskan padanya manhaj amal yang produktif, anda tuntun mata-telinga, akal pikiran,
dan tangannya menuju jalan yang benar, niscaya mereka akan berpaling juga dalam
keadaan bingung, jiwanya guncang, bibirnya gemetar untuk mengucapkan kata-katanya,
geraknya meragukan, dan diamnya pun tampak salah tingkah. Ia lalu menyampaikan
kata-kata ‘maafnya’ dan meminta kesempatan di waktu yang lain saja. Akhirnya, ia pun
menghindar darimu dengan seribu satu alasan. Itu semua dilakukan setelah ia-dengan
gigihnya-berdiskusi denganmu berlama-lama, dan setelah itu-engkau lihat, ia bahkan
merintangi jalan dengan congkaknya.
Perumpamaan mereka itu seperti sepotong cerita bahwa ada seseorang yang
dengan semangatnya menghunus pedang, tombak, dan senjata lainnya. Setiap malam ia
pandangi senjata-senjata itu dengan gerakan geram karena tidak kunjung menemui
musuhnya untuk bias menunjukkan keberanian dan kepahlawanannya. Suatu saat,
istrinya ingin menguji kesungguhannya. Dibangunkanlah ia pada tengah malam sembari
memanggilnya dengan nada meminta bantuan, “Bangunlah pak, kuda-kuda perang telah
mendobrak pintu rumah kita.” Seketika ia terbangun dalam keadaan gemetaran dan
wajahnya pucat pasi sambil bergumam ketakutan, “Kuda perang, kuda perang …”
Hanya itu yang ia ucapkan, tidak lebih. Ia bahkan tuidak berusaha untuk membela diri.
Tatkala waktu pagi tiba, hilanglah akal sehatnya karena ketakutan yang amat sangat dan
terbanglah pula nyalinya, padahal ia belum terjun ke medan perang secara nyata dan
belum menjumpai seorang musuh pun.
Seorang penyair bertutur:
Kalaupun seorang pengecut tinggal sendiri di bumi
Ia ‘kan menantang tombak dan peperangan
Allah swt. Berfirman,
“Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi kamu
dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, ‘Marilah kepada kami.’ Dan
mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar. Mereka bakhil terhadapmu,
apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu
dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan
apabila ketakutan telah hilang mereka mencaci kamu dengn lidah yang tajam.,
sedangkan mereka bakhil untuk berbuat kebaikan . mereka itu tidak beriman, maka
Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.” (Al-Ahzab: 18-19)
Untuk orang-orang seperti ini kita tidak perlu memberi komentar. Kita tidak perlu
menjawab mereka, kecuali dengan kata-kata, “Semoga keselamatan atas kalian dan
kami tidak membutuhkan orang-orang jahil.” Bukan untuk mereka kita menulis dan
bukan kepada mereka dan kita berbicara. Kita telah lama berharap kebaikan untuk
mereka dan kita telah tertipu oleh mulut manisnya suatu waktu, lalu terbukalah kedok
mereka dan terangkurlah apa yang ada di balik kata-katanya itu. Kita melihat beragam
sosok dan kelompok mereka yang membuat hati ini semakin tidak cenderung kepadanya
dan tidak sekali-kali akan menyerahkan urusan kepada mereka, meskipun sepele.
Ada lagi kelompok lain: sedikit jumlahnya, tetapi besar kesungguhannya; langka
bilangannya, tetapi diberkati dan dilindungi oleh Allah. Mereka bertanya kepadamu
dengan pertanyaan serupa ketika diajak untuk mendukung dan bergabung dengan
jamaah ini, namun dengan hati yang tulus. Mereka adalah orang-orang yang hatinya
telah dipenuhi dengan kerinduan untuk berbuat, sehingga kalau saja mengetahui jalan
untuk itu, mereka pasti terjun seketika. Mereka adalah para mujahid, namun tidak
kunjung menjumpai medan jihad yang dapat membuktikan kepahlawananya. Mereka
telah banyak berinteraksi dengan berbagai kelompok dan telah pula mengkaji berbagai
lembaga dan organisasi dakwah, namun itdak menjumpai sesuatu yang memuaskan
hatinya. Jika saja mereka menjumpai apa yang mereka inginkan di sana, mereka pasti
menempati posisi di barisan pertama dan menjadi bagian dari para aktivis yang tekun.
Kelompok ini telah hilang dan sedang dinanti kedatangannya. Saya yakin
sepenuhnya, jika saja seruan ini terdengar olehnya dan sampai di hatinya, mereka pasti
akan menjadi salah satu dari dua golongan: golongan aktivis atau-paling tidak-golongan
simpatisan; dan tidak mungkin menjadi yang ketiga. Mereka, kalaupun tidak
mendukung fikrah ini, tidak akan pernah sekali-kali menjadi musuhnya. Untuk
kelompok inilah kita menulis, kepada merekalah kita berbicara, dan bersama merekalah
kita saling memahami. Allah swt. Sendirilah yang memilih tentara-tentara-nya dan
menyeleksi para aktivis dakwah-Nya.
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (Al-
Qashash:56)
Mudah-mudahan kita sepakat akan apa-apa yang kita inginkan Allah swt.
Berfirman dengan kebenaran dan hanya Dialah petunjuk jalan.

KEPADA PUTRA-PUTRA ISLAM YANG PENUH SEMANGAT
(Dimuat oleh harian Ikhwanul Muslimin, Edisi XV, 6 Jumadil Ula 1353 H)
Kepada kelompok ini, yang berkepribadian mulia, yang berhati jernih, yang
bercita-cita tinggi, yang berjiwa terhormat, yang cinta bekerja, dan menjadi tumpuan
harapan, dimana seorang penyair telah putus asa mendapatkan orang semacamnya:
Telah sekian lama ‘ku bergaul dengan banyak orang
pengalaman demi pengalaman menempaku
tiada hari datang kepadaku
kecuali menyenangkan di jumpa-jumpa pertama
namun menyakitkan jua di akhirnya
kami katakan, “Kalian kini berada di hadapan seruan dakwah yang baru. Kaum muda
menyeru kalian untuk bekerja bersama mereka dan bergaul dengannya untuk menuju
suatu tujuan, yang ia adalah cita-cita setiap muslim dan harapan setiap mukmin. Adalah
hakmu bertanya tentang sejauh mana persediaan sarana operasional jamaah. Dan
kewajibanmu pula untuk mengetahui lebih dalam apa-apa yang diserukannya
kepadamu.
Saya merasa kagum akan kejujuran dan ketulusan mereka untuk bergabung
dengan jamaah kita. mereka minta penjelasan terhadap setiap kata dan setiap ungkapan
kepada saya. Mereka mengkonsultasikan setiap sarana yang dipergunakan, hingga jika
sudah merasa puas, mereka segera menyampaikan pesan-pesannya dengan keyakinan
yang bulat, jelas maksudnya, dan riil pula dampaknya. Mereka senantiasa bekerja
dengan kesungguhan yang penuh hingga saat ini, dan saya berharap akan terus begitu
dengan izin Allah swt. Namun demikian, saya mempunyai beberapa catatan untuk
mereka, antara lain:
Daripada mereka membuang waktu untuk berbagai pertanyaan ini, bukankah lebih
baik jika bergabung saja dengan jamaah dan bekerja didalamnya? Jika mereka melihat
kebaikan disana, itulah yang semestinya. Namun jika selain itu yang dilihat, maka jalan
untuk keluar dan melepaskan diri darinya demikian jelas membentang, apalagi pintunya
ada di dua tempat: tempat masuk dan tempat keluar. Aktivitas jamaah begitu jelas, tidak
ada yang tersembunyi dan tidak ada pula misterius. Dahulu ada cerita bahwa para ahli
nahwu berselisih pendapat tentang jumlah bait Alfiyah (pelajaran nahwu yang
dipuitisasikan ) Ibnu Malik. Perselisihan ini telah memancing perdebatan serius yang
justru tidak mendatangkan manfaat apa pun, hingga akhirnya datanglah salah seorang
tokoh mereka dengan membawa bukunya dan berkata, “Inilah dia, hitunglah dan
sepakatlah.” maka dengan itulah perselisihan bisa diselesaikan.
Inilah Jam’iyah Ikhwanul Muslimin, wahai sahabatku. Di setiap tempat, ia
menyeru orang dan membuka pintunya lebar-lebar sembari berkata, “Marilah, jika anda
lihat sesuatu yang menyenangkan hati, maka bergabunglah bersama dengan berkah
Allah. Jika tidak melihat yang demikian, maka berkatalah sebagaimana yang dikatakan
Basyar:
Jika suatu negeri mengingkari
Atau aku mengingkarinya
Aku pun segera keluar bersama burung-burung
Dan penduduknya
Tidakkah mereka tahu bahwa jamaah itu tiada lain adalah sekumpulan individu
yang terikat? Jika setiap individu bertanya dengan pertanyaan “Maka di manakah
jamaah itu sebenarnya?” ini adalah tipuan logika belaka yang-sayangnya-banyak diikuti
orang. Jika anda ingin mengenalkan kursi misalnya, anda akan mengatakan bahwa ia
adalah benda yang terdiri dari tiga unsur tempat duduk, sandaran dan empat buah kaku.
Akan tetapi, tahukah bahwa definisi seperti ini sesungguhnya tidak benar dan menipu
belaka? Kenapa demikian, karena apakah benda itu sesuatu yang ada di luar ketiga
unsur tersebut? Jika anda pisahkan kursi itu dari kaki-kakinya, tempat duduk, dan
sandarannya, apakah masih ada sebuah benda yang bisa diidentifikasi sebagai
berwujud?
Demikian juga, orang banyak tertipu dalam memahami hakekat jamaah dan
individu. Mereka mengira bahwa jamaah itu sesuatu sedangkan individu adalah sesuatu
yang lain. Padahal jamaah itu tidak lain kecuali kumpulan dari individu-individu, dan
individu-individu itu adalah komponen bangunan jamaah itu sendiri. Apabila komponen
bercerai-berai dan setiap mereka bertanya dengan pertanyaa “Lalu di mana jamaah itu?”
siapa yang bertanya dan siapa yang ditanya? Kita sering memahami secara keliru seperti
demikian ini disebabkan oleh kebiasaan kita bersikap kurang bertanggung jawab; kita
menimpakan beban tanggung jawab hanya pada pundak seseorang. Berikutnya lahirlah
sikap masa bodoh, tidak tahan uji menghadapi keadaan, dan tidak kunjungan melangkah
lebih maju.
Kami serukan kepada para putra Islam yang memiliki semangat bahwa seluruh
jamaah Islam di masa kini sangat membutuhkan munculnya pribadi aktivis sekaligus
pemikir dan anasir produktivitas yang pemberani. Maka haramlah hukumnya bagi orang
semacam ini untuk tertinggal dari kafilah, meskipun sesaat. Dan tidakkah mereka
memahami-semoga Allah memberinya dukungan-bahwa hendaknya mereka segera
bergabung dengan jamah ini. Jika mereka menjumpai bahwa jamaah ini adalah jamaah
yang aktif sebagaimana mestinya, maka berbahagialah. Namun jika merka tidak
menjumpai yang demikian itu, tunjukkan kepribadian dan kekuatan pengaruhnya untuk
membangun apa-apa yang seharusnya ada. Kalau ternyata apa yang mereka upayakan
tidak bisa diterima, mereka telah mendapatkan pemakluman dari tuhan dan dirinya.
Apalagi jika orang-orang yang menyeru dakwah ini adalah kaum yang mengetahui
bahwa diatas orang yang memiliki pengetahuan dan Dzat yang Mahatahu, dan bahwa
setiap orang yang memiliki pendapat berhak menyampaikan pendapatnya. Lihatlah
Rasulullah saw. Jika dibanding dengan manusia seluruhnya, pendapatnya adalah
sebenar-benar pendapat dan pemikirannya adalah sematang-matang pemikiran, namun
ia mengambil juga pendapat Hubaib ra. Di perang Badar dan pendapat Salam di perang
khandaq. Mereka tentu saja sangat bahagia, karena ada yang mengambil pendapatnya
untuk suatu pekerjaan yang benar.
Tidakkah mereka mengetahui bahwa jika mereka telah mencoba sekali, dua kali,
atau lebih dari itu, namun belum juga berhasil, janganlah putus asa. Mereka harus
‘memainkan bola’ terus-menerus sehingga menciptakan ‘gol’ pada saatnya. Jika mereka
tergesa-gesa dan cepat putus asa, hilanglah kesempatannya untuk memperoleh
keberuntungan itu.
Hal ini persis sebagaimana kisah seorang pemburu ikan. Suatu saat ia mendapat
ikan yang besar. Lalu ia melihat di dasar air itu ada rumah karang yang disangkanya
mutiara. Demi melihat itu, ditinggalkanlah ikan yang sudah di tangan untuk mengambil
rumah karang. Ketika ia melihat dari dekat, menyesallah hatinya. Kemudian ia melihat
ikan kecil membawa mutiara, namun ia tidak mengacuhkannya karena disangka rumah
karang. Akhirnya ia hanya mendapatkan ikan kecil, serta kehilangan ikan besar dan
mutiara, sesuatu yang berlipat-lipat lebih berharga, atau seperti seekor itik di suatu
danau. Ia melihat bayangan di dasar air yang disangkanya ikan. Ia berusaha
menjulurkan paruhnya untuk mendapatkannya. Ia mematuknya berkali-kali hingga
kecapaian lalu ditinggalkan dengan perasaan marah. Sejenak kemudian berlalulah ikan
dihadapannya. Ia acuh tak acuh karena menganggapnya bayangan. Lalu ia pun
meninggalkannya. Dengan begitu ia merugi dan kehilangan kesempatan berharga dan
sirnalah pula harapannya.
Inilah beberapa catatan, yang perlu saya sampaikan kepada orang-orang yang
ingin beraktivitas dalam Islam dari kalangan putra-putranya. Saya pikir ini patut
direnungkan dalam-dalam. Kami serukan dakwah Ikhwanul Muslimin ini kepada
mereka. Hendaklah mereka mencoba bergabung dengannya. Jika mereka mendapati
kebaikan, dukunglah dan jika mendapati kebengkokan, luruskanlah. Jangan sampai
percobaan mereka menjadi penghalang bagi kemajuan bersama. Saya berharap mereka
menyaksikan pada diri Ikhwan pemandangan yang menentramkan hati-hati, insya Allah.
Saya akan menyampaikan lagi sebagian keterangan pada kesempatan mendatang
YAYASAN-YAYASAN DAN PROYEK-PROYEK
Pemikiran Ikhwanul Muslimin telah tersebar di lebih dari lima puluh wilayah di
Mesir. Di setiap wilayah tersebut, Ikhwan, Mendirikan proyek-proyek amal dan
lembaga-lembaga sosial. Engkau, dapat menyaksikan, di Ismailiyah telah dibangun
masjid dan gelanggang Ikhwanul Muslimin. juga dibangun lembaga pendidikan Islam
Hira' untuk anak-anak, dan sekolah untuk kaum ibu muslimah dalam rangka memberi
bekal kepada mereka bagaimana mendidik putra putrinya.
Di Syibrakhit juga didirikan masjid Ikhwan, gelanggang olah raga, dan ma'had
(lembaga pendidikan) Hira' dalam satu kompleks. Di sebelah kompleks yang besar itu
dibangun gedung latihan yang diperuntukkan bagi siswa-siswa ma'had yang tidak bisa
menyelesaikan pendidikan. Jam'iyah ini membekali mereka dengan berbagai
keterampilan. untuk mencetak tenaga trampil yang berwawasan dan pekerja yang
bermoral.
Di Mahmudiyah Al-Buhaira didirikan proyek seperti itu pula, Di sana dibangun
pabrik tenun untuk memproduk karpet, sajadah, dan yang semacamnya, persis di
sebelah ma'had Tahfidzul Qur'an yang bertempat di gelanggang lkhwanul Muslimin.
Ma'had Tahfidul Qur'an telah mengeluarkan banyak alumnus, padahal waktu berdirinya
belum terlalu lama. Lihatlah, para penghafal Qur'an yang lihai bermunculan dalam
waktu yang relatif singkat, di mana hanya sedikit saja dari lembaga pendidikan yang ada
yang dapat menghasilkan serupa itu.
Rasanya tidak perlu saya tuliskan satu persatu, yang jelas bahwa setiap cabang
Ikhwanul Muslimin hampir di seluruh wilayah Mesir telah mendirikan berbagai proyek
sosial, dari Adfoo hingga Iskandariyah.
Di banyak yayasan Ikhwan, kita dapati lembaga yang menangani kerja sosial di
bidang advokasi. Dengan izin Allah, ikhwan dapat menyelesaikan berbagai kasus
dengan segera,yang jika ditangani oleh lembaga hukum pemerintah akan membutuhkan
waktu yang lama.
Ada lagi lembaga yang bergerak di bidang santunan sosial, khususnya kepada para
fakir miskin di hari-hari raya. itu semua untuk meringankan beban mereka di satu sisi
dan untuk ikut membentengi mereka dari upaya licik kelompok zeding (kristenisasi) di
sisi yang lain.
Banyak juga lembaga. ikhwan yang aktif di bidang; penerangan dan konseling
yang bergerak di tempat-tempat yang belum atau tidak tersentuh oleh aktivitas tersebut,
seperti warung-warung kopi, gelanggang-gelanggang umum, tempat-tempat pesta, dan
forum-forum upacara kematian.
Di banyak tempat, khususnya daerah perkampungan, Ikhwan juga mendirikan
lembaga yang bergerak di sektor pelayanan umum, seperti: pembangunan masjid,
pembersihan jalan, penetangan gang-gang, pengadaan puskesmas keliling, dan usaha
usaha lain yang mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat, baik untuk urusan dunia
maupun agamanya,
Di tempat lain didirikan pula lembaga yang bekerja untuk memerangi tradisi yang
rusak dan kebodohan yang merajalela, terutama di tempat-rempat yang jauh dari
lingkungan ilmiah Pada saat yang bersamaan didirikan pula lembaga untuk
menghidupkan sunah dan kewajiban agama yang secara praktek telah banyak dilupakan
orang, meskipun secara teori masih banyak diketahui seperti mengumpulkan zakat bijibijian
yang disimpan di tempat khusus lalu membagikannya-dengan sepengetahuan
jamaah-kepada orang-orang yang berhak menerimanya (tanpa tujuan mempengaruhi),
sebagaimana yang dilakukan Ikhwan di wilayah Barambal beberapa waktu yang lalu.
Di Kairo didirikan pula koran mingguan lkhwanul Muslimin yang disusul
kemudian dengan berdirinya percetakan milik Ikhwan. Semua itu dapat terwujud dalam
kurun waktu kurang dari setahun.
Jam'iyatul Ikhwan juga memberi perlindungan kepada kaum fakir miskin dari
pengaruh misionaris akhir-akhir ini. Maka rumah-rumah Ikhwan pun menjadi tempat
penampungan mereka, lembaga-lembaga latihan Ikhwan memberi bimbingan kepada
mereka, dan sekolah-sekolah Ikhwan pun siap mendidik mereka. Para pengurus
lembaga memberi peringatan kepada masyarakat akan bahayanya para misionaris yang
sesat itu. yang selalu mengelabui mereka dengan aqidahnya dan sibuk menyesatkan
orang-orang yang lemah dan fakir miskin.
Itulah beberapa dampak konkret aktivitas Ikhwanul Muslimin. Saya tidak perlu
lagi menyebutkan berbagai majelis ta'lim ceramah, diskusi, serta kunjungan dan wisata,
yang semua ini biasanya dikenal dengan istilah dakwah bil lisan. Kami pernah
mengatakan bahwa kami telah lelah berbicara dan telah bosan berpidato. Kini tinggallah
kami berbuat sesuatu yang nyata,
Engkau barangkali terkejut ketika mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin, dalam
melakukan kerja raksasa ini, tidak meminta bantuan dana dari pemerintah maupun pihak
lain, kecuali 500 junaih (mata uang Mesir) yang pernah disumbangkan oleh Koperasi
Terusan Suez untuk membantu pembangunan masjid dan sekolah di Ismailiyah.
Banyak orang menduga-sebagian dugaan adalah perbuatan dosa-dan berkata
tentang Ikhwan dengan sesuatu yang mereka sendiri tidak tahu. Namun, semua itu tidak
menjadi masalah bagi kami dan cukuplah bagi kami bahwa Allah swt. mengetahuinya.
itu semua karena limpahan taufik dan hidayah-Nya dan bahwa harta itu adalah harta
khusus anggota Ikhwan, yang diberikan dengan hati yang tulus ikhlas. Maka
diberkatilah harta itu dan datanglah buahnya setiap saat dengan seizin Tuhannya,
Cukuplah kami katakan kepada setiap orang dan semua pihak di mana pun ia berada
dengan terus-terang bahwa Ikhwanul Muslimin tidak membiayai proyek-proyeknya
selain dengan iuran para anggotanya. Dengan begitulah mereka eksis dan semakin
percaya diri. Sementara para anggota mendapatkan kenikmatan tersendiri dengan
pengorbanan di jalan Allah itu.
Barangkali anda juga heran ketika mengetahui bahwa kontribusi finansial kepada
lkhwanul Muslimin bersifat suka rela, bukan paksaan, sehingga barangsiapa tidak
mampu memberikannya kepada jamaah tidak dikurangi sedikit pun hak-hak
ukhuwahnya. Meskipun hal ini jelas-jelas tertuang dalam teks Anggaran Dasar jamaah,
namun para anggota Ikhwan senantiasa berlomba-lomba untuk berqurban di jalan Allah
jika diseru untuk itu. Dengarlah sebuah kisah di tengah pembangunan masjid di wilayah
islamiyah Ketika salah satu ketua kelompok jamaah memberikan himbauannya kepada
anggota untuk berinfaq, berdirilah salah seorang dari mereka yang profesinya adalah
buruh pabrik. Ia berjanji akan menyumbang 1.5 junaih (mata uang Mesir) tiga hari
kemudian. Akan tetapi, ia banyalah buruh pabrik yang miskin, dari mana ia
mendapatkan uang sebanyak itu? Sebenarya ia ingin meminjam dahulu, namun khawatir
pembayarannya tertunda. Ia ingin mengadakan uang dengan segera tetapi tidak dengan
cara demikian. Ia pun berpikir keras, namun tidak kunjung mendapatkan jalan untuk itu.
Yang bisa dilakukan kini hanyalah menjual sepeda satu-satunya yang biasa dipakai
untuk berangkat ke tempat kerja vang berjarak sekitar 6 kilometer, Benarlah, akhirnya
diwujudkannya jalan pikiran itu. Tepat pada hari yang dijanjikan ia menyerahkan
uangnya. Dengan demikian ia menghimpun dua kebajikan: menepati janji dan
bersedekah.
Di kemudian hati sang ketua melihat bahwa al-akh yang profesinya buruh tadi
sering terlambat datang di majelis ta'lim Isya' Ia tidak mengetahui alasannya. dan jika
bertanya pun tidak dijawabnya. Akhirnya ia diberi tahu oleh salah seorang kawan
dekatnya yang mengetahui duduk persoalan. Ia memberitahu ketua bahwa al-akh tadi
menjual sepedanya untuk melunasi janji infaq pembangunan masjid. oleh karenanya,
setiap pagi ia berjalan kaki dan terlambat mengikuti pengajian. Mendengar ini
terkejutlah sang ketua dan para ikhwan yang lain. Mereka kemudian membuat
keputusan untuk mengganti sumbangan infaqnya. dan mengganti sepeda lamanya
dengan sepeda yang baru agar ia senantiasa mengenang balasan kesetiaannya pada janji.
Dengan jiwa semacam inilah, jiwa yang memiliki ikatan kuat dengan para
assabiqunal awwalun (para pendahulu) dari kalangan tokoh-tokoh Islam yang menjadi
mercu suar umat, fikrah Ikhwanul Muslimin bangkit dan berkembang. Sukseslah
berbagai proyek kerja dakwah yang diembannya. Mereka adalah kaum fakir miskin
yang dermawan, mereka sedikit hartanya tetapi murah hati Dengan kelangkaan harta
benda yang dimiliki mereka berderma dengan sesuatu yang banyak, diberkatilah harta
ini oleh Allah melimpahruahlah kebajikan yang diperoleh akhirnya.
Dengan demikian, mudah-mudahan saya telah menyingkap beberapa hal yang
masih samar di mata sebagian orang yang menuduh bahwa di balik keberhasilan
dakwah Ikhwan ada persekongkolan dengan berbagai pihak dan ada sikap tunduk hadap
kepentingan-kepentingan pribadi. Namun-alhamdulillah- Ikhwan bersih dari itu semua.
Itulah beberapa baris tulisan yang berisi sebagian kisah jihad Ikhwanul Muslimin
secara operasional, yang kami paparkan kepada orang-orang yang ingin menimbang
bobot Ikhwan dengan standar yang biasa dipakai oleh berbagai yayasan dan proyek
sosial pada umumnya. Ikhwan berusaha menjadikan lembaran-lembaran tulisan ini
sebuah buku yang berisi data berbagai kegiatan sosial yang ditunaikan dengan hati yang
tulus karena Allah swt. Dengan demikian, mudah-mudahan mereka berpikir kembali
untuk memberikan dukungan kepada jamaah itu, yang senantiasa menapaki jalannya
menuju tujuan yang diimpikan, yang hanya bersandar dan berharap kepada Tuhannya.
masih ada lembaran-lembaran lain yang akan kami sampaikan, insya Allah.

MEMPERSIAPKAN GENERASI
(Dimuat oleh harian Ikhwanul Muslimin, Edisi XVII, 20 Jumadil Ula 1353 H.)
Pada tulisan yang lalu anda melihat bahwa Jam'iyah lkhwanul Muslimin adalah
pelopor dakwah yang produktif di bidang proyek-proyek sosialnya, seperti:
pembangunan masjid, sekolah, yayasan, majelis ta'lim, seminar-seminar, ceramah
umum, dan forum diskusi. Pendeknya, proyek Ikhwan memadukan antara ucapan dan
tindakan.
Namun demikian, masyarakat mujahid, yang menghadapi tantangan persoalan
kontemporer dan berada di titik peralihan peradaban, yang ingin membangun masa
depannya di atas pondasi yang kokoh, yang berusaha menjamin generasi mudanya
dengan kesejahteraan dan kedamaian hidup, yang tengah menuntut kembalinya
kebenaran yang terampas dan harga diri yang tercabik, membutuhkan bangunan yang
lain dari sekedar bangunan sosial ini.
Ia sangat membutuhkan tegaknya bangunan jiwa, bangunan akhlak, dan bangunan
pribadi generasi muda dengan mentalitas kepeloporan yang benar untuk dapat
mengatasi berbagai tantangan hidup di masa depan.
Generasi muda adalah rahasia kehidupan umat dan sumber mata air
kebangkitannya. Sesungguhnya sejarah umat adalah sejarah para tokoh yang
dilahirkannya, yang memiliki mentalitas kuat dan hasrat nan membara Kuat lemahnya
umat sesungguhnya diukur dari sejauhmana kemampuan 'rahim' umat itu untuk
melahirkan tokoh-tokoh yang memenuhi syarat sebagai pelopor. Saya berkeyakinan
-dan sejarah membuktikannya- bahwa satu orang pelopor (saja) dapat membangun umat
jika ia memiliki karakter kepeloporan yang benar. Sebaliknya, ia mampu
menghancurkan umat jika keadaan menuntut ia harus melakukannya.
Sesungguhnya kehidupan umat itu bergerak melalui berbagai tahapan, persis
sebagaimana tahapan-tahapan kehidupan yang dilalui oleh seseorang. Ada seseorang
yang tumbuh berkembang dalam asuhan orang tua yang bergelimang kemewahan,
sehingga ia tidak pernah disibukkan oleh berbagai persoalan hidup. Sementara yang lain
tumbuh dalam situasi yang sulit; kedua orang tuanya miskin dan lemah, sehingga ia
tidak memiliki harapan akan munculnya benderang fajar kehidupan di masa depan. Ia
banyak berhadapan dengan tuntutan hidup yang pelik yang datang dari segala penjuru.
Mahasuci Allah yang telah membagi-bagi nasib dan menciptakan ragam nuansa hidup,
kepada umat manusia.
Boleh jadi ada situasi di mana kita hidup di tengah generas yang tumbuh di tengah
berbagai bangsa yang saling bertikai dan menimpakan bencana pada sesamanya, dimana
muncul slogan: “Siapa yang kuat, dialah yang menang”.
Ada pula situasi di mana kita berhadapan dengan masa peralihan peradaban yang
dahsyat, di mana berbagai gelombang pemikiran dan berbagai arus kepentingan
menjungkirbalikkan umat manusia, baik sebagai pribadi, masyarakat, organisasiorganisasi
pemerintahan, dan lainnya. Akal pikiran menjadi kacau balau. jiwa pun
terguncang meradang, dan orang yang beraqidah bersih pun kebingungan berhadapan
dengan gelombang dahsyat peradabannya. Ia meraba-raba untuk mencari jalan keluar,
sementara rambu-rambu kebenaran timbul tenggelam dan cahayanya pun meredup,
bahkan nyaris tak bersinar. Sementara itu di setiap ujung jalan berdiri para propagandis
kesesatan yang menyeru manusia menuju kegelapan malam yang pekat. Keadaan yang
demikian itu membuat kami tidak menemukan lagi kata-kata untuk menggambarkannya
secara lebih tepat selain dari "kacau".
Demikian pula, ada saatnya di mana kita harus menghadapi semua ini dan
berjuang untuk menyelamatkan umat dari mara bahaya yang mengepung dari seluruh
penjuru.
Sesungguhnya umat yang dilingkupi oleh situasi sebagaimana yang ada sekarang
ini, yang hendak bangkit untuk suatu kepentingan sebagaimana kepentingan kami, yang
menghadapi berbagai tantangan sebagaimana yang kami hadapi, tidak patut bersantai ria
dan berkhayal belaka. Sebaliknya, ia harus menyiapkan dirinya untuk memikul beban
perjuangan berat di perjalanan nan panjang, untuk menghadapi pertempuran antara hak
dan batil, antara maslahat dan mafsadat, antara pemilik kebenaran dan perampasnya,
antara peniti jalan yang lurus dan pengacaunya, antara para da'i yang tulus di satu sisi
dari da'i palsu di sisi lainnya. Ia harus memahami bahwa kata "perjuangan" itu identik
dengan kata "lelah" dan "sulit". Sebaliknya, kata "samai" tidak pernah sekalipun
berdampingan dengan kata "jihad".
Bagi umat, tidak ada bekal yang dapat digunakan untuk menghadapi situasi yang
buas ini kecuali hati yang sarat iman, hasrat yang kuat dan kemauan yang keras, sikap
murah hati dan kesediaan berkorban, serta kesiapan terjun ke medan juang pada
waktunya. Tanpa ini semua, umat akan hancur, perjuangan senantiasa menuai
kegagalan, dan nasib tak menentu bakal menimpa generasinya.
Meskipun situasi yang kami hadapi demikian pelik dan berat, sebagaimana anda
ketahui, namun jiwa kami tetaplah jiwa yang lembut, sensitif, dan tenang. Demikian
lembut dan sensitifnya, sehingga jika kedua pipi ini diterpa hembusan angin sepoi,
cukup membuatnya terluka, dan jika ujung jari ini disentuh ujung kain sutera, cukup
menjadikannya berdarah. Sedangkan para pemuda dan pemudi kami, sebagai harapan
masa depan dan gantungan cita-cita, tetaplah sebagai generasi; yang nasib baik mereka
merupakan kebanggan dan harga diri yang harus diperjuangkan. Meskipun untuk itu
kami harus mengorbankan kemerdekaan, kemuliaan, atau membayar dengan
terampasnya. hak-hak umat.
Kalian menyaksikan ironi pada diri para pemuda yang lisannya fasih
mengucapkan kata-kata segar dan di guratan wajahnya terbersit air muka yang jernih
dan berkilau, menghiba di depan pintu berbagai kantor untuk melamar pekerjaan.
Kalian menyaksikan mereka itu berjuang mati-matian mencari koneksi kepada berbagai
pihak untuk melicinkan jalan. Wahai sahabatku, jika mereka telah memperoleh
pekerjaan yang mereka impikan itu, apakah anda berpikir bahwa suatu hati mereka akan
siap meninggalkannya. demi harga diri atau kehormatannya, meskipun mereka
sesungguhnya juga mengalami penderitaan dan penindasan dalam bekerja?
Mentalitas kita -hari-hari ini- sungguh membutuhkan pengobatan yang serius dan
penyembuhan yang total. Kita memerlukan pencairan bagi perasaan yang telah keras
membeku; kita membutuhkan perbaikan bagi akhlak yang telah rusak binasa; dan kita
juga membutuhkan penyadaran atas penyakit bakhil yang telah demikian akut. Cita-cita
besar yang menggelayuti akal pikiran para da'i pembaharu di satu sisi, dan problematika
yang demikian berat di sisi yang lain, menuntut kita untuk segera memperbaharui
mentalitas dan membangun jiwa kembali dengan bentuk bangunan yang bukan sekedar
sebagaimana yang pernah kita miliki; yang telah lapuk dimakan usia dan telah lenyap
ditelan berbagai tragedi. Tanpa proses ulang pembaharuan mentalitas dan pembangunan
jiwa ini kita tidak mungkin melangkah ke depan walau hanya selangkah.
Jika kalian mengetahui semua ini dan senantiasa sepakat dalam memahami bahwa
standar ini adalah standar yang lebih pas dan lebih detail untuk menimbang kadar
kebangkitan umat maka ketahuilah bahwa tujuan pertama yang digariskan oleh
Ikhwanul Muslimin adalah tarbiyah shahihah, yakni pembinaan umat untuk
mengantarkannya menuju kepribadian yang utama dan mentalitas yang luhur.
Pembinaan -untuk membangun jiwa yang dinamis- itu ditegakkan dalam rangka
merebut kembali kemuliaan dan kejayaan umat dan untuk memikul beban tanggung
jawab di jalan yang mengantarkan kepada tujuan.
Setelah menyimak penjelasan ini, barangkali kalian bertanya, 'Apa saja sarana
yang dipergunakan lkhwanul Muslimin untuk memperbaharui mentalitas dan
meluruskan akhlak mereka? Apakah Ikhwan pernah mencoba menggunakan sarana
tersebut? Dan sejauhmana keberhasilan percobaan itu?"
Kami akan membahasnya pada uraian-uraian berikut ini, insya Allah.

MENENTUKAN SARANA DAN MENYANDARKAN PADA PRINSIP
(Dimuat oleh mingguan Ikhwanul Muslimin, Edisi XVHI, 27 Jumadil Ula 1353
H.)
Engkau telah mengetahui wahai pembaca yang budiman, bahwa Ikhwanul
Muslimin mengemban misi utama pembinaan jiwa, pembaharuan mental, pengokohan
akhlak, dan penumbuhan sikap ksatria yang lurus. Inilah pondasi yang di atasnya bakal
ditegakkan kebangkitan umat.
Mereka mencari tahu apa saja sarana untuk itu dan bagaimana cara yang harus
digunakan untuk sampai ke sana. Mereka tidak mendapatkan kata jawaban yang lebih
tepat daripada kata “agama”.
Agama itulah yang akan menghidupkan nurani, membangkitkan perasaan,
mengetuk hati, menjadi pengawas dan penjaga jiwa yang tak pernah lalai, menjadi saksi
yang tak pernah pura-pura, tak pernah menyesatkan, dan tak pernah melupakam
pemiliknya di waktu pagi maupun perang, di tengah keramaian maupun ketika
sendirian. Dia pula yang memberi ilham yang mendorong seseorang berbuat kebajikan,
yang menghardiknya dari perbuatan dosa, yang menjauhkannya dari jalan yang
menyesatkan, dan yang memberi rambu-rambu untuk memahami jalan kebajikan dan
jalan kejahatan.
"Apakah mereka mengira bahwa kami tidak mendengar rahasia dan bisikanbisikan
mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat)
Kami selalu mencatat di sisi mereka." (Az-Zukhruf: 80)
Ia pula yang menghimpun berbagai nilai keutamaan dan kemuhaan yang
menyediakan untuk setiap keutamaan pahalanya dan setiap kemuliaan balasannya, dan
dia pulalah yang menyerukan aktivitas pembersihan hati serta penyucian ruhani.
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya." (AsySyams: 9-10)
Agama pula yang menyeru manusia kepada pengorbanan di jalan kebenaran dan
pembinaan akhlak. Yang menjamin siapa saja yang melakukannya dengan pahala yang
sebesar-besarnya, yang memperhitungkan kebajikan betapa pun kecilnya, dan
memperhitungkan kejahatan betapa pun remehnya. Ia yang mengganti kehancuran
dalam membela kebenaran dengan keabadian dan menghidupkan kembali kematian di
medan jihad.
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati;
bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rezeki. Mereka dalam
keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka," (Ali
Imran: 169-170)
"Kami akan memasang timbangan yang tepat Pada hari Kiamat maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika amalan itu hanya sebesar biji sawi pun
pasti Kami mendatangkan (pahala)nya, Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat
perhitungan," (Al-Anbiya’: 47)
Ia pula yang sanggup menebus segala kemegahan duniawi ini dari setiap orang
dengan harga berupa kebahagiaan yang menuhi jiwanya dan menenteramkan hatinya.
Ialah anugerah rahmat, kasih sayang, dan ridha Allah swt.
"Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal."
(An-Nahl: 96)
Ia menghimpun semua keutamaan tersebut, lalu mengiringi fitrah hati, dan jiwa.
setelah itu meleburlah masing-masing keutamaan kepada yang lainnya, menyusup ke
sela-sela molekul ruhani, memandu akal pikiran, dan akhirnya bersatu-padu tanpa
berpisah lagi. Perpaduan inilah yang membangkitkan rasa suka cita para petani di
ladangnya dan para buruh di tempat kerjanya. Ia menjadikan si kecil mengerti dan
menikmati ilmu pengetahuan di meja perpustakaannya; ia menjadikan si cendekia
merasa lezat dengan studi dan telaahnya dan ia pula yang menerbangkan benak si
filosof dengan perenungannya. Apakah anda melihat sesuatu yang dapat menguasai jiwa
manusia lebih kuat daripada agama? Apakah anda membaca dalam sejarah umat
manusia suatu faktor yang paling dahsyat pengaruhnya pada kehidupan masyarakat
daripada agama? Dan apakah anda menyaksikan suatu dampak dari kehidupan para
filosof dan cendekiawan sehebat apa yang dimiliki para nabi dan rasul?
Sekali-kali tidak! Karena agama adalah seberkas cahaya Allah yang menembus
jiwa, yang menerangi kegelapannya, dan mencerahkan cakrawalanya. Jika ia telah
tertanam kuat di dalam jiwa, semuanya bakal disiapkan untuk menjadi tebusannya.
"Katakanlah, 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum
keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir
kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk Kepada orangorang
fasik." (At-Taubah: 24)
Dia pulalah yang melambung tinggi bersama kesakralan dan keagungannya
melampaui segala sesuatu; ia berada di atas segenap makhluk dan jauh dari arus taklid
buta. Dengan begitulah ia menyatukan hati, menghimpun kata dan memutus setiap
bentuk perselisihan dan pertikaian dari akar-akarnya, sehingga terciptalah kekuatan dan
ketegaran untuk membimbing kalbu menuju haribaan Allah swt, semata seiring dengan
itu, ia memalingkan jiwa dari pengaruh daya tarik duniawi dan kenikmatan syahwati
-dengan hasrat dan amalnya- untuk menuju martabat para mukhlisin yang setia, yang
segenap aktivitasnya hanya diperuntukkan bagi Allah swt.
"Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya." (Asy-Syura: 13)
Dia pula yang mengantarkan kesetiaan hati menuju syahadah (mati syahid) dan
menjadikannya sebagai kewajiban yang akan dimintai tanggung jawabnya di hadapan
Allah. Dia menjadikan syahadah itu sebagai kendaraan yang membawanya ke naungan
ilahi, serta menjadikannya bukti kepahlawanan yang total dan kejujuran yang sejati.
"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah
mereka janjikan kepada Allah. maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara
mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah
(janjinya), supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena
kebenarannya." (Al-Ahzab: 23-24)
Dia tempat terhimpunnya pemikiran yang sehat dan tempat berseminya cita-cita
yang luhur. Ia adalah simbol harapan bagi pribadi, masyarakat, bangsa, dan dunia
seluruhnya.
"Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang yang
beriman, tetapi orang-orang munafik tidak mengetahuinya." (Al-Munafiqun: 8)
Sebagian orang berpikir untuk memperbarui masyarakat dengan perangkat ilmu
pengetahuan, sebagian lainnya berpendapat dengan perangkat seni dan tradisi, dan
sebagian lainnya menganggap cukup dengan pembinaan olah raga. Semua itu bisa jadi
benar dan bisa jadi salah, dalam konteks makna yang terbatas. Saat ini bukanlah saatnya
untuk memberi tanggapan, kritik, dan penilaian atasnya. Akan tetapi satu hal yang ingin
saya katakan, lkhwanul Muslimin melihat bahwa sarana yang paling tepat untuk
memperbaiki kepribadian umat adalah agama Di samping itu ia melihat pula bahwa
agama Islam telah menghimpun kebaikan seluruh perangkat di atas.
Sedangkan menyangkut perangkat operasional pertama untuk menyucikan jiwa
dan memperbarui ruhani, ia adalah "Pembatasan sarana dan pemilihan pondasi". Di atas
landasan inilah aqidah Ikhwanul Muslimin dibangun, dengan merujuk kepada Kitab
Allah dan Sunah Rasul-Nya, tanpa keluar darinya sedikit pun. Dan Ikhwan mewajibkan
dirinya untuk menjaga, mewujudkan, dan loyal kepadanya. Saya berkeyakinan bahwa
inilah sarana operasional untuk pembinaan jiwa dan pelurusan akhlak. Dalam kaitan ini,
saya mengingatkan kepada setiap akh muslim bahwa adalah kewajibannya untuk
menjaga aqidah dan bekerja untuk mewujudkan kandungannya.
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar." (At-Taubah: 119)

KEDUDUKAN SHALAT
(Dimuat oleh mingguan Ikhwanul Muslimin, Edisi XXI, 18 Jumadits Tsaniyah
1353 H.)
Engkau telah mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin mengenal Islam sebagai
sarana paling mulia untuk membersihkan jiwa, memperbarui ruhani, dan menyucikan
akhlak. Dari cahayanyalah mereka mengambil prinsip untuk membangun aqidah. Anda
pun sangat memahami bahwa kedudukan shalat dalam Islam bagaikan kedudukan
kepala pada jasad. Shalat adalah pilar Islam yang kekal abadi. Ia juga penyejuk jiwa
bagi yang menegakkannya, penenang hati, dan penghubung antara hamba dengan
Tuhannya. Ia adalah tangga yang mengantarkan ruh orang-orang yang hatinya sarat
dengan mahabbah menuju ketinggian yang tiada batasnya. Dialah taman suci yang
menghimpun berbagai unsur kebahagiaan, baik di alam ghaib maupun di alam nyata.
Dialah kilatan cahaya bagi orang yang ingin menerangi jiwanya, dan dialah kelezatan
bagi orang yang ingin menikmatinya. Apakah anda menyaksikan orang yang begitu
asyik dalam kekhusyukannya berhubungan dengan Tuhan, sebagaimana asyiknya orang
yang tengab ruku' dan sujud di tengah malam gulita dengan gelisah karena khawatir
akan nasibnya di akhirat, dengan berharap-harap cemas akan rahmat-Nya? Di saat mata
semua orang telah terpejam dan pikiran pun telah hanyut bersama tidur pulasnya,
sebagian orang justru asyik berduaan dengan "kekasih"nya, sehingga sang arif bijak
bestari pun bergumam:
Begadangnya mata ini Rabbi
jika bukan untuk wajah-Mu
adalah sia-sia
Dan isak tangisnya
jika bukan lantaran kehilangan diri-Mu ilahi
adalah kebatilan belaka
Wahai saudaraku, saat anda berada dalam situasi demikian, itu lebih berarti bagi
hati dan jiwamu daripada seribu kata nasehat, seribu paragraf kisah, dan sejuta forum
ceramah. Cobalah, anda pasti merasakannya. Al-Qur'an mengisyaratkan hal ini dalam
ayatnya,
"Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat
baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir malam mereka
memohon ampun (kepada Allah)," (Adz-Dzariyat: 16-18)
Sedangkan pahala mereka pun tersembunyi.
"Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu
(bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (AS-Sajdah: 17)
Tidakkah amal mereka juga tersembunyi? Bukankah 'bersembunyi' di depan
khalayak juga merupakan sesuatu yang mungkin terjadi? Dan mungkinkah suatu
kenikmatan dirasakan oleh mereka yang tengah dimabuk cinta selain di saat
bersembunyi juga? Adakah balasan kebajikan kecuali kebajikan juga? Banyak yang
menceritakan bahwa Abul Qasim Al-junaid mimpu meninggal dunia. Lalu ditanyakan
kepadanya, 'Apa yang Allah lakukan kepadamu?" Ia menjawab, "Sia-sialah segala
bentuk amal, kata-kata, dan ilmu pengetahuan. Tiada yang memberi manfaat kepadaku
kecuali beberapa rakaat yang saya tunaikan di tengah malam."
Jangan heran, wahai pembaca yang budiman. Memang tiada yang memberi
manfaat lebih baik bagi hati, selain kesunyian yang merasuki wilayah pemikiran. Tiada
yang menyucikan jiwa lebih utama, selain beberapa rakaat yang ditunaikan secara
khusyuk yang menghapus dosa, membasuh noda dan aib, menanamkan cahaya iman
dalam kalbu, dan menenteramkan dada dengan sejuknya embun keyakinan.
Kaum muslimin di masa kini bermacam-macam dalam menyikapi shalat. Ada di
antara mereka yang menyia-nyiakan dan meninggalkannya. Jika anda mengingatkan
sesuatu tentangnya atau mengajak mereka untuk melakukannya, mereka berpaling
dengan congkak dan menganggapnya enteng, padahal di sisi Allah ia adalah sesuatu
yang besar. Saya tidak ingin mengatakan bahwa sebagian mereka melarang dan
merendahkan orang yang menunaikan shalat sembari mengatakan bahwa pekerjaan itu
sudah ketinggalan zaman dan kuno. Engkau pasti mendengar dari mereka dan orangorang
semacamnya kata-kata yang menyakitkan hati dan aneh, seolah-olah mereka tidak
mendengar ayat Allah,
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai
dari shalatnya." (Al-Ma'un: 4-5)
Anda pasti lebih heran ketika mengetahui bahwa sebagian orang yang bekerja
dilahan dakwah dan duduk di lembaga pengadilan Islam ada yang mengabaikan urusan
shalat dan menganggapnya remeh. Seakan-akan Nabi saw. belum pernah berkata bahwa
shalat itu adalah tiang agama dari ia merupakan kewajiban yang harus ditegakkan oleh
kaum muslimin. Mereka seolah-olah belum pernah mendengar sabda Nabi saw.,
"Tiada jarak antara seorang hamba dengan kekufuran kecuali meninggalkan
shalat. Apabila meninggalkannya maka ia syiri Ibnu Majah dan Suyuthi menyebutnya
sebagai shahih dalam mi'ush Shaghir)
Kami tidak merasa perlu berusaha meyakinkan mereka dengan penjelasan yang
jelas, dan rinci. Cukuplah kami memohon kepada Allah agar mcmberikan hidayah dan
taufik-Nya kepadanya. Setelah itu kita berhadapan dengan dua kelompokyang lain dari
kalangan kaum muslimin.
Adapun kalangan mayoritas, mereka menunaikan shalat secara reflek dan
mekanis, sekedar menerima warisan dari para pendahuhu mereka. Mereka melakukan
kebiasaan itu sepanjang waktu tanpa mengetahui rahasia di baliknya dan tanpa
merasakan dampaknya. Cukuplah bagi mereka dapat mengucapkan bacaan-bacaan
shalat sembari melakukan gerakan-gerakannya, sesudah itu pergilah ia dengan perasaan
puas bahwa mereka telah menunaikan kewajiban menegakkan shalat. Terhindarlah
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
mereka dari adzab dan berhaklah atas pahala.
Ini adalah khayalan yang tidak akan terwujud sama sekali, karena ucapan dan
tindakan shalat itu hanyalah kerangka fisik yang jiwanya adalah kepahaman, pilarnya
adalah kekhusyukan, dan buahnya adalah pengaruh riil. Dalam suatu riwayat hadits
disebutkan, "Shalat itu ketenangan, ketawadhu'an, dan rintihan..." (HR. Tirmidzi dan
Nasa'i)
Oleh karenanya, anda menyaksikan kebanyakan orang tidak dapat mengambil
manfaat dari shalat mereka dan tidak dapat mencegah dirinya dari kemunkaran.
Padahal, seandainya saja shalat itu disempurnakan, ia akan membuahkan kesucian jiwa
dan kebersihan hati, serta menjauhkan pelakunya dari dosa dan kemunkaran.
Sedangkan kelompok kedua, jumlahnya sedikit, tetapi mereka memahami rahasia
shalat dengan baik. Ia sungguh-Sungguh dalam menunaikan dan gigih dalam usaha
menyempurnakannya. Ia shalat dengan penuh rasa khusyuk Penuh renungan,
ketenangan, dan keluar dari dunia shalatnya dengan merasakan nikmat ibadah dan
ketaatan, serta limpahan cahaya Allah yang tiada tara. Hal itu tampak pada mereka yang
jiwanya telah sampai kepada ma'rifat kepada-Nya, Dalam sebuah hadits dikatakan,
"Barangsiapa mengerjakan shalat pada waktunya dengan menyempurnakan
wudhunya, menyempurnakan ruku' sujud dan khusyuknya, ia (shalatnya) melesat ke
angkasa dengan warna putih Cemerlang sambil berkata, 'Semoga Allah menjagamu
sebagaimana engkau menjagaku.' Dan barangsiapa mengerjakan shalat tidak pada
waktunya serta tidak menyempurnakan Wudhunya, tidak menyempurnakan ruku', sujud,
dan khusyuknya, ia melesat ke angkasa dalam warna hitam pekat dan berkata, 'Semoga
Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana engkau menyia-nyiakanku.' Sehingga tatkala
sampai di tempat yang Allah tentukan, ia dilipat sebagaimana kain lalu dipukulkan ke
wajahnya (orang yang shalat)." (HR. Thabrani dalam AI-Ausath dari Anas HR. Tayalisi
dan Baihaqi dalam Asy-Syuab dari Ubadah bin Shamit)
Oleh karenanya, derajat manusia itu beragam dan tingkat pahalanya pun berbedabeda
' meskipun sama-sama menuaikan shalat yang bentuk, gerakan dan ucapannya
satu. oleh karenanya, para salafush 'shalih juga sangat bersungguh-sungguh
menghadirkan hati dalam shalat mereka dan menyempurnakan khusyuk dalam
ibadahnya. Demikian itu pula sifat yang dinisbatkan kepada orang-orang beriman,
"Adalah orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya." (Al-Mukminun- 2)
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
Ikhwanul Muslimin mengetahui hal ini dan senantiasa berusaha berjalan
bersamanya. salah satu fenomena operasional paling menonjol di kalangan mereka
adalah bagaimana mereka memperbaiki shalatnya. Mereka beranggapan bahwa dengan
itulah mereka melewati jalan yang paling pintas menuju pembaharuan jiwa dan
penyucian ruhani.
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar " (Al-Baqarah: 153)
Wahai saudaraku muslim, anda paham sekarang, dan jadilah teladan ihsan dalam
shalatmu, serta yakinlah bahwa langkah pertama sebelum segala aktivitas kita adalah
memperbaiki shalat.
ZAKAT
(Dimuat oleh mingguan Ikhwanul Muslimin, Edisi XXII, 25 jumadits Tsaniyah
1353 H.)
Shalat dan zakat dijadikan oleh Allah swt. sebagai 'pagar betis' bagi agama dan
syariat. Allah swt. membandingkan antara keduanya di banyak tempat dalam Al-Qur'an
Al-Karim sebagai isyarat betapa agung kedudukan keduanya. Shalat adalah media
penghubung antara anda dengan Allah, di samping juga antara anda dengan makhluk
yang lain. Bukankan di alam wujud ini nada sesuatu selain Khalik dan makhluk? Jika
anda telah berhasil menjalin hubungan baik dengan keduanya, pada hakekatnya anda
telah mendapatkan kebaikan yang paripurna dan puncak kebahagiaan. Bila shalat
merupakan penyuci jiwa dan pembersih ruhani, maka zakat adalah penyuci harta dan
pembersih penghasilan.
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui." (At-Taubah: 103)
Allah swt. juga menjadikan shalat dan zakat sebagai fenomena keimanan serta
bukti sehatnya aqidah. Al-Qur'an mengisyaratkain hal ini dalam ayat-Nya,
"Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka (mereka
itu) adalah saudara-saudaramu seagama." (AtTaubah:11)
Ayat ini memberikan pemahaman bahwa barangsiapa cacat dalam menjalankan
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
kewajiban shalat dan zakat, ia bukan saudara seagama, Boleh jadi inilah yang dipahami
oleh Abu Bakar ra ketika memerangi orang yang tidak menunaikan zakat dan disetujui
juga oleh seluruh sahabat Rasulullah saw. Orang-orang yang tidak mau menyerahkan
zakat dianggapnya murtad.
Dalam riwayat Sittah, dari Abu Hurairah ra. berkata, "Tatkala Nabi saw. wafat,
kafirlah orang yang kafir dari masyarakat Arab. Berkatalah Umar kepada Abu Bakar ra '
'Bagaimana anda memerangi orang, padahal Rasulullah saw. pernah bersabda, "Aku
diutus untuk memerangi manusia sehingga mereka mengatakan 'tidak ada Tuhan kecuali
Allah.' Barangsiapa mengatakannya. maka ia terlindung dariku harta dan Jiwanya
kecuali dengan haknya. Dan perhitungannya -setelah itu- ada di sisi Allah swt." Berkata
Abu Bakar ra. "Demi Allah sungguh aku akan memerangi orang yang memisahkan
antara shalat dan zakat. Shalat adalah hak Allah sedangkan zakat adalah hak harta. Demi
Allah, jika mereka menolak untuk memberikan kepadaku sebuah tali kuda yang dahulu
pernah diberikannya kepada Rasulullah saw, niscaya mereka akan aku perangi karena
penolakannya, " Umar ra. berkata, “Demi Allah, ketika saya melihat bahwa Allah swt.
telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memutuskan perang, saya memahami bahwa
ia adalah benar belaka.’”
Cermatilah -semoga Allah memeliharamu- bagaimana Abu Hurairah ra. menyebut
orang yang menolak untuk memberikan zakat dengan kata-kata "kafirlah orang yang
kafir", dan bagaimana pula Abu Bakar melihat bahwa penolakan zakat hakekatnya sama
dengan penghancuran agama, sehingga pelakunya harus diperangi meskipun ia telah
bersyahadat , dan bagaimana pula Umar ra. mengakui pendapat Abu Bakar sebagai
pendapat yang benar. Allah dan Rasul-Nya telah memberi ancaman kepada orang yang
menolak untuk memberikan zakatnya dengan ancaman yang keras. Allah swt.
berfirman,
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak
membelanjakannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka
Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu
dikatakan) kepada mereka,'Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At-Taubah:
34-35)
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa dianugerahi Allah
harta lalu ia tidak menunaikan kewajiban zakatnya, pada hari kiamat harta itu akan
dijadikan ular berbisa. ia lalu melingkari pemilik harta tadi dan mengangkat mulutnya
sembari berkata, Akulah harta dan simpananmu."'
Pada hadits lain disebutkan,
“Celakalah orang-orang kaya, karena sebagian dari orang-orang fakir pada hari
Kiamat berkata, 'Wahai Tuhan kami, mereka mendzalimi hak-hak kami yang telah
Engkau jadikan untuk kami.' Allah swt. menjawab, 'Demi keagungan dan kohormatan-
Ku, sungguh Kudekatkan kalian dan Kujauhkan mereka."'
Yang demikian bisa terjadi pada hari Kiamat, karena zakat memang merupakan
sistem yang disyariatkan, pilar dari aktivitas yang bermanfaat, dan alat koreksi bagi
pribadi yang bakhil. Ia melatih sikap dermawan, mengokohkan rasa kasih sayang,
menyeru hati untuk berhimpun, memusnahkan rasa dengki, menyerukan saling bahu
dan saling bergantung dalam kebaikan, menjauhkan akar-akar keburukan dan
kerusakan, serta memadamkan api kecemburuan. Setiap orang akan melindungi orang
yang berjasa padanya. Karenanya, jika anda dapat berbuat baik -seberapa pun- maka
berbuatlah.
Pengelolaan zakat adalah salah satu tugas penguasa, Ia harus bekerja untuk
mengumpulkan, mendata, dan membagikannya kepada para mustahiq (orang yang
berhak) yang telah Allah swt. tetapkan. Kalau saja pemerintah-pemerintah Islam
memiliki kepedulian terhadap urusan zakat ini, niscaya mereka dapat memiliki
kekayaan yang baik dan dapat menggantikan berbagai pungutan pajak yang zhalim.
Dengan demikian, zakat juga berarti pemenuhan kewajiban yang telah hilang dan salah
satu rukun Islam yang selama ini disia-siakan. Adapun jika pemerintah-pemerintah
Islam melalaikan pengurusan zakat ini; baik pengumpulan maupun distribusinya, maka
setiap pribadi harus menghidupkan syiar ini dan menegakkan kembali kewajiban ini
serta mengeluarkan kembali hak Allah untuk para hambanya. Barangsiapa menyianyiakannya,
maka ia berdosa dan balasan yang pedih menantinya dari sisi Tuhannya.
Kalian menyaksikan banyak kaum muslimin melalaikan hak Allah ini pada harta
mereka; mereka tidak mengeluarkan bagian kaum fakir miskin dari penghasilannya,
yang dengan itu sebenarnya- mereka memutus hubungan, memperbanyak tindakan
maksiat, mengotori jiwa, dan menumbuh suburkan sikap kecemburuan sosial dan
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
kedengkian.
Ikhwanul Muslimin menyaksikan itu semua, karenanya mereka ingin menjadi
pelopor utama yang menyuguhkan teladan operasional dalam menghidupkan rukun
(zakat) ini. Mereka memulai dari diri mereka sendiri; mereka keluarkan zakat malnya
untuk mensucikan jiwanya. Jika mereka berhasil dalam hal ini, tentu mereka akan
menjadi penghujat bagi orang-orang yang menyia-nyiakannya, menjadi hujjah bagi
orang-orang yang menginginkan tegaknya, dan menjadi himbauan bagi orang-orang
yang duduk-duduk saja. Ikhwan di Barambal, dengan koordinasi dari Propinsi
Daqhiliyah, telah lebih dahulu melakukannya dengan baik. Ikhwan di sana
mengumpulkan dan membagikan zakat sebagai-mana termaktub dalam ayat,
"Sedekah (zakat) itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang fakir dan miskin."
Dahulu, saya sempat merasa cemas melihat cerai-berainya persatuan dan simpangsiurnya
kata-kata, karena pada tubuh kaum muslimin sekarang ini terdapat suatu
perilaku yang dapat mengakibatkan renggangnya persatuan mereka, khususnya jika
sudah berurusan dengan harta dan materi. Nah, dapat dibayangkan jika yang diurus
adalah proyek yang garapan utamanya adalah materi itu sendiri. Dahulu saya begitu
cemas dengan Ikhwan di Barambal akan kebakhilan orang-orang kaya dan fitnah yang
sering dilontarkan oleh orang-orang yang pekerjaannya senantiasa mencari-cari aib,
meski pada sesuatu yang sempura sekalipun. Mereka mencela dan mengatakan para
sukarelawan sebagai orang riya', mereka mencela dan mengatakan panitia pengumpul
zakat sebagai orang yang memiliki kepentingan pribadi. Sedangkan para pengambil
jatah zakat tampak begitu tamak, yang berpikir seandainya harta yang terkumpul itu
semua adalah miliknya, yang orang lain tidak punya hak sama sekali. Tradisi yang telah
turun-temurun membuat semua penghuni rumah yang masih berpikir ingin
mengeluarkan zakat lebih memilih untuk membaginya bagi diri sendiri tanpa
mengindahkan orang lain, meskipun mereka tahu bahwa orang lain pun
membutuhkannya.
Dahulu saya begitu khawatir terhadap Ikhwan di Barambal akan munculnya
kendala ini yang di masyarakat kita tampak demikian jelas. Sungguh sangat
menyedihkan dan patut disesalkan. Namun Ikhwan dan masyarakat umumnya di
Barambal ternyata dapat menunjukkan perilaku yang jauh dari kesan tersebut. Dengan
kehadiran dan aktivitas mereka, hati semua orang menjadi tenang dan perasaan menjadi
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
bahagia. Mereka dapat meyakinkan manusia bahwa kesucian niat dan kepercayaan, jika
telah menghiasai jiwa mereka, niscaya akan dapat mengatasi berbagai kendata.
Orang-orang kaya Barambal tidak sekali-kali menolak menunaikan hak Allah ini
saat mereka diseru untuk berzakat, sementara orang-orang miskinnya jauh dari tamak
kepada hak-hak saudaranya yang lain. Apa yang telah mereka dapatkan dari harta zakat
yang terkumpul itu telah membuat hati mereka bahagia sembari lisannya memanjatkan
doa kebaikan untuk para muzakki dan pengelola zakatnya.
Ikhwan di Barambal -dengan izin Allah- telah melakukan aktivitas pengelolaan
zakat yang menutup kemungkinan munculnya berbagai tuduhan negatif dan fitnah.
Mereka membuat suatu kepanitiaan khusus yang bekerja mendata para mustahiq zakat
dengan sumpah untuk tidak main-main dan tidak membocorkan rahasia serta aib
mereka. Selain itu dibentuk pula kepanitiaan lain yang bekerja secara khusus melakukan
check and recheck terhadap data yang masuk. Kemudian dibentuk kepanitiaan ketiga
yang bekerja menemukan kadar zakat yang harus diterima oleh masing-masing
mustahiq, dan paniti keempat adalah kepanitiaan yang tugasnya membagikan zakat.
Sistem pengelolaan yang detail ini tak pelak lagi memunculkan rasa takjub sekaligus
bahagia dari siapa pun yang menyaksikannya, bekerja sama dengannya, atau mengamati
dampak positif yang ditimbulkannya, khususnya di masyarakat Barambal dan
tetangganya. Setelah itu, masyarakat Barambal mampu mengikis kebiasaan yang tidak
baik dalam Pengelolaan zakat; mereka mengikuti petunjuk yang benar dan merangsang
kerja sama, serta menghadirkan suatu teladan yang baik, sebagai realisasi dari yang
selama ini kami impikan.
Wahai pembaca, setelah adanya penjelasan ini, tidakkah anda melihat bahwa
Ikhwanul Muslimin adalah para aktivis?
Dan tidakkah Ikhwanul Muslimin melihat pada yang demikian itu suatu
perwujudan dari apa yang selama ini menjadi angan-angan, dan -sebentar lagi kami
akan mendengar berita- bahwa mereka akan bekerja lagi mengikuti langkah ini di
tengah masyarakat lain yang aktif?
"Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik
penolong." (Al-Hajj: 78)
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
JIHAD ADALAH KEHORMATAN KAMI
(Dimuat di mingguan Ikhwanul Muslimin, No. 24,9 Rajab 1353H.)
Telah lewat sepekan ini, sementara saya belum sempat menyampaikan isi hati
kepada para pembaca yang budiman. Isi hati telah mengharu biru emosi dan mengetukngetuk
pintu hati karena ingin segera disampaikan; yakni tentang perjuangan Ikhwanul
Muslimin, Saya tidak bermaksud menutup-nutupi kenyataan dari pandangan para
pembaca yang budiman, yang tentu saja mengecewakan dan menusuk perasaan mereka.
Lagi pula, saya ingin menunjukkan kepada orang tentang aktivitas dan perjuangan kami.
Allah swt. telah mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin telah dan terus bekerja dengan
hanya mengharap ridha Allah, tidak menunggu ucapan terima kasih dan balasan dari
seorang pun. Mereka yakin bahwa ketika mereka bekerja, mereka tengah melakukan
sebagian dari kewajiban yang dituntut Islam dari putra-putranya, meskipun masih
banyak kekurangannya.
Kami ingin menyampaikan kepada orang tentang dakwah kami, menjelaskan
kepada mereka batasan orientasi kami, dan menyingkap di hadapan mereka hakekat
kami. Semua itu dengan harapan kiranya kami mendapatkan para pendukung kebajikan
dan pembimbing umat -yang siap bekerjasama dengan kami lalu berlipat gandalah
kemanfaatan, semakin dekatlah jarak menuju tujuan, dan terwujudlah apa-apa yang kita
impikan bersama; menyangkut perbaikan secara menyeluruh dan penyelamatan segera.
Sesungguhnya, jika hati demi hati berlalu tanpa diisi oleh umat dengan aktivitas yang
berorientasi kebangkitan dari 'selimut'-nya, niscaya jarak tempuh pun akan kian jauh
saja. Sungguh, pada dakwah Ikhwan -jika saja orang mengetahui ada penyelamatan;
pada manhaj mereka -jika saja umat mencermatinya- ada keberhasilan; pada perjuangan
mereka -jika saja orang memberi dukungan- ada penggapaian cita-cita. Tiada
kemenangan kecuali dari sisi Allah swt., Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Kemudian, disebutkan dalam suatu riwayat yang shahih, yang kurang lebih isinya
bahwa Mu'adz ra. -suatu saat- berjalan bersama Rasulullah saw., lalu beliau berkata,
"Kalau anda mau wahai Mu'adz, saya akan menceritakan tentang kepala dan mahkota
urusan ini. Kepala urusan ini adalah engkau bersyahadat bahwa tiada Tuhan kecuali
Allah 'seorang' diri, tiada sekutu bagiNya, dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah.
Sedangkan pilar urusan ini adalah menegakkan shalat dan menunaikan zakat, sedangkan
mahkotanya adalah jihad di jalan Allah. Saya diutus semata-mata untuk memerangi
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
manusia sehingga mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan bersyahadat
bahwa tiada Tuhan kecuali Allah 'seorang' diri, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa
Muhammad adalah Rasulullah. Jika mereka melakukan ini, niscaya mereka terlindung
serta dilindungi darah harta mereka, kecuali dengan haknya, dan -setelah itu
-hitungannya dikembalikan kepada Allah. Demi Dzat yang Muhammad ada di tangan-
Nya, tidak ada pekerjaan yang menjadikan pucatnya wajah dan berdebunya kaki dengan
hanya mengharapkan surga setelah shalat walib, kecuali jihad di jalan Allah. Dan tiada
yang lebih berat timbangan seorang hamba kecuali penunggang kuda yang gugur di
jalan Allah."
Itulah definisi Nabi saw. tentang Islam, dan beliau adalah yang paling tahu
tentangnya. Adapun Ikhwanul Muslimin, ia tidaklah menggiring umat manusia kepada
selain Islam dan manhajnya, tidak pula menapaki sistem, kecuali sistem Islam.
Saya telah banyak berbicara tentang mereka menyangkut shalat dan zakat, serta
apa-apa yang mereka inginkan dari diri mereka dan dari orang lain dengannya.
Kini saya berbicara kepadamu tentang Ikhwanul Muslimin yang berjihad dan apaapa
yang mereka inginkan -dari diri mereka dan orang lain- dari jihad di jalan Allah,
yang ia adalah mahkota Islam.
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta adalah munculnya
emosi yang dinamis dan kuat, yang mengaliri gelora cinta untuk meraih kembali
kehormatan dan kejayaan Islam; yang membisikkan gejolak rindu untuk menggapai
kekuasaan dan kekuatannya; yang menangisi duka lara dan meratapi nasib kaum
muslimin yang lemah dan hina; yang menyalakan api duka cita atas realitas yang tidak
diridhai oleh Allah, Muhammad, dan tidak juga oleh jiwa dan nurani yang muslim dan
"Barangsiapa tidak peduli terhadap urusan umat Islam, maka ia bukan golongan
mereka." Begitulah sebuah hadits menuturkan.
Dengan demikian
kemuraman hati berangsur meleleh
bila padanya bersemayam Islam dan iman
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, adalah menjadikan
duka cita atas kondisi yang mengitari itu sebagai pemicu dalam berpikir secara
sungguh-sungguh bagaimana mendapatkan jalan keluar; dalam merenung panjang dan
mendalam bagaimana memilih jalan-jalan amal dan mencari cara-cara penyelesaian.
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
Barangkali -dengan begitu- anda akan mendapati di tengah umat orang yang siap
menunaikannya dan -secara tiba-tiba- mendapatkan penyelamatan. Niat seseorang lebih
baik daripada amalnya, dan Allah swt. Mahatahu terhadap kerdipan mata serta apa yang
disembunyikan oleh hati.
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, adalah anda
menyisihkan dari sebagian waktu, sebagian harta, dan sebagian tuntutan pribadimu
untuk kebaikan Islam dan putra-putra kaum muslimin. Jika anda seorang pemimpin,
maka berinfaqlah untuk memenuhi tuntutan kepemimpinanmu; Jika anda seorang
prajurit, maka bantulah para da'i dengan aktivitasmu. Masing-masing dari mereka
mendapatkan kebaikannya dan Allah memberi pahala untuk semuanya.
Allah swt. berfirman,
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang
berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (Pergi berperang) dan tidak
patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul.
Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan
kelaparan di jalan Allah, dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan
amarah orang-orang kafir, dan tidak menimbulkan sesuatu bencana kepada musuh,
melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih.
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik, dan mereka
tidak menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak pula yang besar dan tidak
melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal shalih pula), karena
Allah akan memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan." (At-Taubah: 120-121)
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, adalah anda
memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar, menaati Allah, mengikuti
Rasul-Nya, mengamalkan Kitab-Nya, serta. memberi nasehat kepada para pemimpin
Islam dan masyarakatnya, dengan hikmah dan mau'idzah hasanah, Suatu kaum jika
telah meninggalkan sikap saling menasehati, mereka akan menjadi hina, dan jika
meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar, mereka menjadi terlantar.
"Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani lsrail dengan lisan Daud, dan Isa
putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui
batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
perbuat. Sesungguhnya amar buruklah apa yang mereka selalu perbuat itu." (Al-
Ma'jdah: 78-79)
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta anda menjadi prajurit
Allah; anda 'melindungi'-Nya dengan jiwa dan harta anda. Untuk-Nya, jangan sisakan
milik anda sedikit pun. Jika kejayaan dan kehormatan Islam terancam dan gema seruan
kebangkitan diserukan, anda harus menjadi orang yang pertama kali menyambut seruan
itu dan menjadi orang pertama yang maju ke medan jihad.
"Sesungguhnya Allah membeli dari kaum mukminin, jiwa dan harta mereka,
dengan surga untuk mereka." (At-Taubah: 111)
Sebuah hadits menyatakan,
"Barangsiapa mati dalam keadaan belum pernah perang dan belum pernah terbetik
dalam dirinya untuk itu, maka ia mati di atas bagian dari kemunafikan." (HR. Muslim,
Abu Daud, dan Nasa'i)
Dengan demikian itulah penyebaran Islam, hingga ia merambab seluruh
permukaan bumi.
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, anda bekerja demi
menegakkan timbangan keadilan, melakukan perbaikan urusan seluruh makhluk,
meluruskan tindak kezhaliman, dan mencegah tangan pelakunya seberapa pun kekuatan
dan kekuasannya. Dalam hadits riwayat Abu Sa'id Al-Khudri ra., Nabi saw. bersabda,
"Seutama-utama jihad adalah kata-kata benar di hadapan penguasa yang zhalim." (HR.
Abu Daud dan Bukhari)
Dari jabir ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Penghulu para syuhada adalah
Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berkata lantang di hadapan penguasa
yang zhalim memerintah dari mencegahnya, akhirnya dibunuhlah ia." (HR. Ibnu Majah
dengan sanad yang shahih)
Sebagian dari jihad fi sabilillah wahai saudaraku tercinta, -jika anda tidak dapat
melakukan semua itu-hendaklah anda memberikan cinta anda kepada para mujahid dari
relung hati yang paling dalam dan memberi masukan nasehat kepada mereka dengan
buah pikiran anda yang jernih. Dengan begitu, Allah swt. telah mencatat untuk anda
pahala dan telah melepaskan anda dari tanggung jawab. janganlah sekali-kali anda
menjadi orang selainnya, sehingga hati anda akan dikunci dan dituntut dengan sepedihpedih
siksa.
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
"Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas
orang-orang yang sakit, dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan
mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak
ada jalan sedikit pun untuk mengalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah
Maha Pengampun lagi maha Penyayang. Dan tiada (pula dosa atas orang-orang yang
apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu
berkata, 'Aku tidak memperoleh kencaraan untuk membawamu,' lalu mereka kembali,
sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak
memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. Sesungguhnya jalan (untuk
menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal
mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak
ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak
mengetahui (akibat perbuatan mereka)." (At-Taubah: 91-93)
Demikian inilah sebagian dari tingkatan-tingkatan jihad dalam Islam. Lalu
dimanakah posisi Ikhwanul Muslimin di antara tingkatan-tingkatan ini?
Ada pun jika mereka tengah larut dalam duka lara menyaksikan derita yang
menimpa kaum muslimin sekarang ini, maka Allah mengetahui bahwa salah satu dari
mereka -karena larutnya dalam perasaan duka cita- ada yang sampai tidak bisa lagi
memberikan kelembutan perasaan dan kasih sayangnya kepada keluarga maupun
saudara-saudaranya, tidak dapat lagi menikmati keindahan dan kenikmatan yang ada di
alam nyata ini.
Adapun jika mereka tengah berada di jalan pembebasan, maka Allah mengetahui
bahwa tiada sebuah fikrah pun yang dapat diterima oleh mereka; tiada suatu langkah
pun yang dapat memuaskan jiwa mereka; tiada suatu urusan pun yang menyibukkan
pikiran mereka sebagaimana urusan yang tengah memenuhi kepala dan dadanya ini;
dengan sepenuh perasaan dan perenungannya.
Adapun jika mereka adalah orang-orang yang tengah berjuang di jalan ini dengan
waktu dan harta bendanya, maka cukuplah anda mengunjungi tempat perkumpulan
mereka, niscaya anda akan mendapati mata-mata sayu karena banyak begadang, wajahwajah
pucat karena kelelahan, badan-badan layu karena dilelahkan oleh semangat iman
dan aqidahnya, serta pemuda pemuda yang menghabiskan waktunya hingga lebih dari
tengah malam dengan serius duduk di balik meja-meja kantor mereka, sementara anak-
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
anak muda sebayanya tengah asyik dengan canda ria, obrolan dan kenikmatan
duniawinya. Memang, betapa banyak mata yang begadang demi mata yang lelap
tertidur. Namun demikian, kita serahkan pahalanya kepada Allah dan kita tidak merasa
memberi kenikmatan dengannya.
"Sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan
menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar." (Al-
Hujurat: 17)
Jika anda bertanya tentang harta yang diinfaqkan untuk dakwah mereka, tidaklah
ia kecuali harta yang sedikit saja jumlahnya yang mereka berikan dengan sepenuh
keridhaan dan lapang dada. Sungguh, mereka memuji Allah karena mereka dapat
meningkatkan pengorbanan, berlapang dada melepaskan harta dari jenis kebutuhan
sekunder menuju sikap ekonomis dalam menggunakan harta dari jenis kebutuhan
primer, untuk selanjutnya menginfaqkan yang sekundernya di jalan Allah.
"Dan siapa yang dipelihara dari Kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang
yang beruntung." (AI-Hasyr: 9)
Alangkah bahagianya kita jika Allah swt. menerima itu semua dari kita, karena ia
memang dari-Nya dan untuk-Nya.
Ada pun jika mereka adalah orang-orang yang beramar ma'ruf dan nahi munkar,
maka mereka memang telah memulai dari diri mereka sendiri lalu keluarganya, rumah
tangganya, saudara-saudaranya, dan kemudian handai taulannya. Bersama dengan itu
mereka bekali diri dengan kesabaran dan kearifan. Tidakkah anda menyaksikan
penerbitan mereka bahwa ia adalah salah satu dari langkah amar ma'ruf nahi munkar.
Tidakkah anda menyaksikan pidato-pidato dan kata-kata mereka bahwa ia adalah salah
satu jalan pembebasan ini?
Adapun tingkatan jihad selain ini, maka jamaahlah yang harus menunaikannya.
Ikhwanul Muslimin generasi pertama pun tidak rnenyia-nyiakan potensinya untuk
terlibat, karena mereka demikian memahami posisinya di hadapan agama ini dan
mengetahui pula bahwa Nabi saw. bersabda,
"Barangsiapa menemui Allah tanpa tanda bahwa dirinya telah berjihad, ia
menemui Allah dalam keadaan cacat (sumbing)." (HR, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Mereka memohon kepada Allah agar memperkenankan mereka bertemu dengan-
Nya dalam keadaan tidak cacat. Allah swt. telah berfirman,
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
"Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. kobarkanlah
semangat para mukminin (untuk berperang)." (AnNisa: 84) 84)
Dengan demikian, kami berharap bahwa kami telah menyampaikan berita tentang
jamaah dan semoga suara ini telah benar-benar sampai ke telinga mereka, kemudian
terdapatlah disana 'lahan subur' untuk melahirkan tambahan tenaga pekerja dan siap
bergabung dengan barisan para mujahid
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami benar-benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami Dan sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)
HAK AL-QUR'AN
(Dimuat oleh mingguan Ikhwanul Muslimin, No 26, 23 Rajab 1353 H.)
Saya tidak melihat Sesuatu yang seharusnya selalu dijaga namun hilang, atau
sesuatu yang seharusnya menjadi pokok persoalan tetapi diabaikan, sebagaimana Al-
Qur'an Al-Karim. pada hal Allah swt. menurunkannya sebagai kitab dengan kandungan
aturan yang tegas, sebagai undang-undang yang integral, dan sebagai pilar bagi urusan
agama dan dunia ini.
"Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji."
(Fushilat: 42)
Saya berkeyakinan bahwa tujuan paling penting dari diturunkannya Al-Qur'an
yang wajib ditunaikan oleh umat Islam ada tiga:
Pertama, memperbanyak membacanya (tilawah) dengan niat taqarrub kepada Allah swt.
Kedua, menjadikannya sebagai sumber hukum agama yang senantiasa dikaji dan digali,
serta dijadikan rujukan.
Ketiga, menjadikannya sumber undang-undang dunia, yang harus dipetik nilai-nilainya
dan diterapkan dalam realitas kehidupan.
Itulah beberapa tujuan yang terpenting dari diturunkannya Al-Qur'an dan
diutusnya Nabi, Ia tinggalkan Al-Qur'an untuk kita sebagai pemberi nasehat, pemberi
peringatan, sebagai hukum, keadilan, dan sebagai timbangan yang adil. Para salafush
shalih memahami benar tujuan ini. Mereka pun menerapkannya dengan sebaik-baik
penerapan; ada di antara mereka yang selesai membacanya dalam tiga hati; ada pula
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
yang menyelesaikannya dalam tujuh hati; ada lagi yang mengkhatamkannya kurang dari
itu atau lebih darinya. Sebagian dari mereka lalai dari membaca Al-Qur'an, ia
memandang mushaf lalu membacanya beberapa ayat sembari bergumam, 'Agar saya
tidak termasuk orang yang meninggalkan Al-Our'an."
Dengan begitu, Al-Qur'an menjadi cahaya hati mereka, tradisi ibadah yang
senantiasa dibacanya siang dan malam. Semoga Allah swt. meridhai khalifah ketiga
(Utsman bin Affan ra.) yang tidak melupakan mushaf, sementara para pembunuh berada
di pintunya dan pedang telah menempel di lehernya.
Ia rengkuh Kitabullah di awal malam
dan berjumpa dengan maut di penghujungnya
Semoga Allah merahmati orang yang dalam ratapannya tidak
menemukan kata-kata yang paling baik kecuali:
Mereka berkorban dengan sujudnya yang panjang
dengan itu dilalui malam bersama tasbih dan Qur'an.
Jika anda. menelaah kembali perjalanan hidup mereka, niscaya anda tidak
mendapati seorang pun dari mereka meninggalkan Kitabullah atau tidak membaca Al-
Qur'an selama sepekan, apalagi sebulan, atau lebih lama dari itu. Saya tidak ingin
berpanjang kata dalam menceritakan apa yang saya pelajari dan mengambil hikmah dari
buku sejarah dan Sirah mereka.
Mereka jika ingin mengambil kesimpulan hukum agama Allah, maka Al-Qur'anlah
yang pertama kali menjadi rujukan. Lagi pula, apalagi yang pertama jika bukan Kitab
Allah? Anda juga menyaksikan Rasulullah saw. tatkala membenarkan Mu'adz bin Jabal
saat bertanya kepadanya, "Dengan apa anda menghukum?" Ia menjawab, "Dengan
Kitabullah." Ia memulai dengannya lalu dengan Sunah yang suci Dan anda telah
mengetahui bahwa Umar ra. melarang banyak sahabat untuk berbicara kepada orang
yang baru masuk Islam dengan hadits-hadits dan berbagai kejadian yang ada sebelum
dipahamkan dahulu dengan Kitabullah pertama kali; mereka dikenalkan dengan hukum
halal dan haram. Engkau juga menyaksikan para tokoh tabi'in dan pengikut tabi'in yang
baik-baik, semisal Sa'id bin Musayyib, mereka tidak memberi izin kepada orang untuk
menghimpun fatwa-fatwanya dikarenakan khawatir orang akan berpaling dari
Kitabullah kepada kata-kata mereka. Sa'id bin Musayyib pernah merobek-robek
lembaran kertas dari orang yang mencatat fatwa-fatwanya sembari berkata, "Engkau
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
mengambil kata-kataku sementara meninggalkan Kitabullah. Engkau pergi lalu berkata
'Kata Sa'id, kata Sa'id?' Berpegang teguhlah kepada Kitabullah kemudian Sunah Rasul-
Nya."
Tidakkah anda melihat dari kenyataan ini bahwa salafush shalih. ra. menjadikan
Kitabullah sumber dari segala sumber yang dari sana mereka mengambil kesimpulan
hukum bagi agama Allah.
Tidaklah ada sistem hidup di dunia -bagi mereka- kecuali harus selaras dengan
apa-apa yang diperintahkan Allah dan tunduk patuh kepada apa yang diturunkan oleh-
Nya; hak-hak yang harus ditunaikan, hukum-hukum yang harus diterapkan, dan
perintah-perintah yang harus dikerjakan, tanpa pengabaian, penghilangan, maupun
komentar. Demikianlah masa lalu, masa di mana Islam adalah bangunan sistem yang
segar bugar dan buah agama yang telah ranum. Masa di mana umat Islam memahami
dengan baik hukum-hukum agamanya dan fasih membaca Al-Our'an sebagaimana
diajarkan oleh Allah dan Nabi-Nya.
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orangorang
yang mempunyai pikiran," (Shad: 29)
Lalu berubahlah negeri-negeri itu, berterbanganlah kekuatan jiwa Qur'an dari akal
pikiran dan benak manusia, dan merasuklah sebagai gantinya polusi kebatilan; dan tibatiba
saja mereka sudah berada di suatu lembah sedangkan Al-Our'an ada di lembah lain
sementara jarak antara dua lembah itu sejauh timur dan barat.
Ia berlalu menuju timur sedangkan anda menuju barat
betapa jauhnya jarak antara timur dan barat
Adapun ibadah dengan tilawah Qur'an di waktu malam dan siang, sedikit sekali di
antara kita yang memperhatikan dan mengamalkannya. Sedangkan para pelaku ibadah
yang lain, yang beribadah dengan cara yang mereka buat sendiri atau ditetapkan oleh
para mursyidnya; semisal amalan wirid, hizib, dan salawat, kesibukan amal yang
dengannya mereka meninggalkan Kitabullah kecuali sekedar tilawah, menghafal, dan
mengulang-ulangnya, kami tidak menganggap haram bacaan wirid yang benar dan tidak
pula melarang orang mengamalkan doa-doa dan hizib, sepanjang hal itu tidak
bertentangan dengan syariah. Namun demikian, kami ingin menegaskan bahwa
Kitabullah itu lebih utama. Pertama, seleksilah dari hizib-hizib itu yang kiranya dapat
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
menghubungkan hatimu dengan-Nya atau mengikatkan ruhanimu dengan cahaya-Nya,
lalu berdzikir Setelah itu dengan cara-cara yang sesuai dengan aturan agama. Adapun
jika anda pinggirkan Al-Qur'an dengan menjadikan ibadahmu hanya melaksanakan
cara-cara yang anda tetapkan sendiri atau ditetapkan oleh orang lain, maka itu berarti
anda telah meninggalkan Al-Qur'an dan mengabaikan hak-haknya.
Adapun tentang 'menyimpulkan hukum' dari Al-Qur'an, banyak orang yang jatuh
dalam kebodohan. mereka meletakkan hijab antara dirinya dengan Qur'an dengan hijab
yang tebal, yang menjadikan mereka lebih puas dan lebih asyik dengan kesimpulankesimpulan
atau komentar-komentar saja. Hasrat mereka untuk menyelam lebih dalam
bersama sesuatu yang lebih berharga amatlah kecil.
Apalagi mengenai penerapan hukum-hukum yang bersifat duniawi, orang telah
menggantikannya dengan selain Qur'an. Mereka meletakkan -sebagai gantinya- prinsipprinsip
asing yang dibangun oleh Prancis dan Romawi untuk dijadikan sumber undangundang
dan dasar hukumnya. Dengan demikian, terabaikanlah hukum-hukurn
Kitabullah di kalangan kaum muslimin, padahal di sanalah Allah swt. memberi
pelajaran kepada mereka tentang segenap kebaikan, jilka saja mereka mendengarkan.
Setelah itu cukuplah bagi kaum muslimin, Al-Qur'an hanya menjadi mantera-mantera
untuk penyembuhan, hiasan di perkumpulan-perkumpulan, serta pengiring bagi resepsi
pesta maupun upacara kematian. Taruhlah mereka menjadikan Al-Qur'an seperti itu,
namun kalau saja dibarengi dengan penunaian hak-haknya, tidaklah mengapa. Akan
tetapi, anda menyaksikan-bersama dengan itu- bahwa mereka acuh tak acuh dan
mengalihkan perhatiannya kepada canda ria dan asyik berbincang sesamanya. Padahal
Allah swt. berfirman,
"Jika dibacakan Al-Qur'an maka dengarkan dan perhatikanlah, mudah-mudahan
kalian mendapatkan rahmat." (Al-A'raf: 204)
Dahulu Al-Qur'an adalah hiasan shalat, kini hanya menjadi hiasan resepsi; dahulu
ia adalah timbangan keadilan dalam mahkamah, kini hanya menjadi pengiring senda
gurau dan hari-hari besar; dahulu ia adalah media pelengkap pidato dan nasehat, kini
hanya menjadi jimat dan mantera-mantera. jadi, berlebihankah jika saya katakan bahwa
"tidak kulihat sesuatu yang harusnya dijaga namun justru hilang sebagaimana
Kitabullah?"
Sungguh, suatu kontradiksi yang aneh terjadi pada kita dalam menyikapi Al-
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
Qur'an. Kita mengagungkannya tanpa ragu, kita membelanya tanpa ragu, dan kita
taqarrub kepada Allah dengannya juga tanpa ragu. Namun wahai manusia, kalian salah
langkah dalam mengagungkannya, kalian justru menjauh dari jalan pembelaan
terhadapnya, dan kalian sesat dalam melakukan taqarrub kepada Allah dengannya.
Bukankah berarti menyia-nyiakan Kitabullah manakala anda melihat tempattempat
yang dari sana Al-Qur'an menelorkan sejumlah besar pejuang pilihan, kini
menjadi tempat menyepi bagi orang-orang yang menghafalkannya dan dengan alasan itu
mereka udzur dari medan perjuangan?
Bukankah berarti menyia-nyiakan Al-Qur'an manakala anda menyaksikan
mahasiswa masuk di Universitas Al-Azhar, kemudian menghafal Al-Qur'an hanya
karena ia merupakan syarat untuk diterimanya di sana? Ketika ia keluar dari sana, serta
merta ia melupakannya, karena Al-Qur'an tidak lagi menjadi syarat penerimaan ijazah
kelulusannya. Anda menyaksikan, jika ia menjadi imam bagi orang banyak, ia banyak
membuat kesalah; jika berceramah, ia bersandar kepada para fuqaha' di kampung; Jika
menjadi pembela atau hakim, ia kembali kepada mushaf untuk "mengoreksi" beberapa
ayat yang akan dijadikan rujukan.
Sungguh, kita telah benar-benar menyia-nyiakan Al-Qur'an. Seolah-olah di tangan
kita ada kitab warisan yang tidak bisa memberi pengaruh apa pun dan tidak pula
ditegakkan kandungannya. Inilah hakekatnya, pangkal dari segala musibah yang
menimpa kita.
Jika anda mengetahui ini wahai pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa
lkhwanul Muslimin berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengembalikan mereka
kepada Kitabullah; mereka beribadah dengan tilawahnya, mengambil cahayanya –dalam
memahami kata-kata para pemimpin umat- dengan ayat-ayatnya, meminta kepada
semua orang untuk menerapkan hukum-hukumnya, dan menyeru mereka bersama-sama
untuk mewujudkan tujuan ini, yang itu adalah semulia-mulia tujuan seorang muslim
dalam hidupnya.
Bagi Allahlah segala urusan, baik dahulu maupun sekarang.
MANHAJ IKHWAN DAN TIMBANGANNYA
(Dimuat oleh mingguan lkhwanul Muslimin, No. 27,30 Rajab 1353 H.)
Jika anda mengkaji kembali sejarah kebangkitan berbagai bangsa, baik di Barat
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
maupun di Timur, dahulu maupun sekarang, anda akan menjumpai kenyaman bahwa
para pelaku kebangkitan dapat menuai sukses karena memiliki manhaj tertentu; yang
menjadi pijakan operasional dan tujuan perjuangannya Manhaj ini diletakkan oleh para
agen kebangkitan tersebut, lalu diperjuangkan perwujudannya. Mereka bekerja
sepanjang kekuatannya masih ada dan selama hayat masih dikandung badan. Jika citacita
itu belum dapat diraih sementara masa hidupnya di dunia yang pendek ini telah
berakhir, tampillah generasi penerusnya untuk meneruskan bekerja sesuai dengan
manhaj yang telah diletakkan. Mereka memulai dari titik di mana generasi pendahulu
berhenti; mereka tidak memutus pencapaian yang telah dirauh, tidak menghancurkan
komponen-komponen yang telah dibangun, tidak mendongkel pondasi yang telah
diletakkan, dan tidak pula memporak-perandakan apa-apa yang telah dirakit. Kalau
mereka tidak menambahkan pada tinggalan para pendahulu dengan yang lebih baik,
paling tidak mereka bertahan dengan produk yang telah ada dengan menjaganya sekuat
tenaga. Kalau mereka tidak mengikuti jejak pendahulu dengan menambah tingkat
bangunan lalu melangkah bersama masyarakat menuju ke tujuan yang diinginkan,
paling tidak mereka sadar dan mengundurkan diri untuk kemudian menyerahkan
tongkat estafet perjuangan kepada yang lain. Begitulah seterusnya, sampai cita- cita dan
impian dapat terwujud. Dengan begitu, sempurnalah ke bangkitan, berbuahlah
perjuangan panjang, dan sampailah masyarakat ke tujuan yang telah dicanangkan.
Kaji ulanglah berbagai institusi di tengah masyarakat, anda akan melihat apa yang
saya katakan ini dengan sejelas-jelasnya bahwa kunci keberhasilan dalam setiap
kebangkitan adalah tersedianya manhaj dan orang-orang yang siap bekerja mengikuti
petunjuknya (manhaj itu), tanpa bosan dan tanpa surut. ini sangat jelas terlihat pada
khithah yang dilalui oleh dakwah Islam periode awal. Allah telah meletakkan untuknya
manhaj yang di atasnya berlalulah dakwah bersama kaum muslimin masa lalu dengan
sirriyahnya, kemudian jahriyah, kemudian pengorbanan dijalannya, kemudian hijrah
menuju tempat di mana hati-hati yang menerima berada dan jiwa-jiwa yang siap
bercokol, kemudian ukhuwah antara jiwa-jiwa ini, kemudian pengokohan ikatan iman di
dada, kemudian perjuangan total dan pengasingan diri dari kebatilan menuju kebenaran.
Inilah Abu Bakar ra. Ia menginginkan segera hijrah dari Makkah menuju
Madinah, namun Rasulullah saw. menyuruhnya untuk menunggu sampai datang izin
dari Allah swt. untuk itu. Tatkala khithah yang pertama dari manhaj dakwah ini telah
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
sempurna, yakni tatkala Rasulullah saw. telah berhasil menerapkan syariatnya, Allah
swt. menurunkan firman-Nya.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu." (Al-
Maidah: 3)
Kemudian datanglah -setelah Rasulullah saw. -para sahabat dan tabi'in yang
memindahkan percontohan ideal dan sempurna ini dari jazirah Arab ke berbagai
wilayah di dunia, agar kalimah Allah itulah yang tertinggi dan "agar tidak ada lagi fitrah
dan (sehingga) agama itu hanya milik Allah." (Al-Baqarah: 193)
Jika anda layangkan ingatanmu pada sejarah firqah-firqah Islam dan peristiwaperistiwa
sebelumnya, lalu tegaknya daulah Abbasiyah di Timur dan kebangkitan
negeri-negen modern benua Eropa, seperti: Perancis, Italia, juga Rusia, dan Turki, baik
pada periode awalnya (yakni periode penyatuan dan penanaman pondasi negara)
maupun pada periode ini (yakni periode pembentukan prinsip-prinsip dasar dan
penyebaran pandangannya), niscaya anda akan melihat bahwa semua itu tunduk di
bawah sebuah manhaj yang jelas khithahnya, yang dapat mengantarkan kepada suatu
tujuan yang bisa diperhitungkan dan dijadikan orientasi bagi perjalanan umat.
Wahai saudaraku, saya yakin bahwa semua revolusi sepanjang sejarah dan semua
sejarah kebangkitan pada suatu masyarakat selalu berjalan sesuai dengan undangundang
ini, meski kebangkitan' agama yang dipelopori para nabi dan rasul. Hanya saja,
kebangkitan yang terakhir ini manhajnya digariskan oleh Allah swt., Rasul, dan orangorang
setelahnya memberi bimbingan kepada kaumnya untuk menapaki khithah manhaj
ini, langkah demi langkah, pada waktunya yang tepat, lalu didukunglah mereka untuk
meraih kemenangan dari sisi-Nya. Dengan itu, kebangkitan pasti terjadi.
"Allah telah menetapkan,'Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang. 'Sesungguhnya
Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa." (Al-Mujadilah: 21)
Bagaimana mungkin kekeliruan akan datang jika peletak manhaj adalah Dzat Yang
Mahatahu, sedangkan pelaksananya adalah orang yang terpelihara dari kekeliruan dan
terjaga dari kesalahan, serta dibekali dengan taufik, dan kemenangannya dijamin oleh
Allah? Dari itulah maka kenabian ini merupakan rahmat bagi semesta alam.
Tentang kata-kata ini, Para pembaca akan terbagi menjadi dua kelompok. Pertama,
kelompok orang yang mengkaji sejarah umat dan tahapan-tahapan kebangkitannya ' ia
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
pasti meyakini sepenuhnya. Kedua, kelompok orang yang tidak memiliki kesempatan
untuk ini. Jika mau, pelajarilah agar mereka tahu bahwa saya tidak berkata kecuali
benar adanya. Tidaklah saya menginginkan kecuali perbaikan, sebisa yang saya
lakukam
Semua pembahasan di atas menceritakan kebangkitan yang wajar (sesuai dengan
sunnatullah). Sedangkan kebangkitan kita, apakah ia juga akan terjadi sesuai dengan
sunnatullah dalam alam dan kehidupan sosial ini? Itulah yang saya ragu. Saya mencatat
bahwa kita memiliki watak tergesa-gesa dan mudah terpengaruh serta emosional. juga
watak-watak negatif lain, baik sosial maupun non sosial, yang menjadikari kebangkitan
kita akan terjadi secara tiba-tiba dan langsung menguat seiring dengan kuatnya
pengaruh waktu, lalu menurun dan akhirnya lenyap seperti tak terjadi apa-apa. Jika saja
tujuan perjuangan kita dipahami orang banyak, saya masih yakin akan adanya dua
faktor yang menyertai pemahaman tersebut. Pertama, sarana-sarananya tidak dikenal
dan tidak tertentu, bahkan mungkin dipahami secara kontradiktif oleh masing-masing
mereka dan kita tidak merasakannya. Kedua, terputusnya hubungan secara total antara
generasi pendahulu dan generasi penerus, Mungkin generasi pendahulu baru sampai di
pertengahan jalan, namun generasi berikutnya tidak meneruskannya karena terputus
tadi. Mereka bahkan memulai kembali dari awal yang terkadang bisa juga mencapai
hasil sebagaimana yang dicapai oleh para pendahulunya, namun terkadang juga kurang
darinya atau bisa juga lebih banyak. Yang penting, umat tidak pernah sampai kepada
tujuan akhir, karena pekerjaan individual itu sangat terbatas bila dibanding dengan usia
kebangkitan dan umur umat. Kalau ada pikiran bahwa satu orang dapat mewujudkan
seluruh keinginan umat, itu adalah khayalan dan tipuan emosi belaka. Setiap pekerja
harus menurunkan kadar emosinya agar ia bisa mengambil manfaat dari apa yang
dikerjakan pendahulunya.
Ini sekedar pemaparan realitas yang memang terjadi, Setelah itu, saya ingin
mengatakan bahwa Ikhwanul Muslimin memiliki manhaj yang jelas, yang mereka
berjalan di atasnya, yang menimbang diri mereka dengannya, dan mengetahui pula –
sekali-kali di mana posisi mereka di hadapan manhaj ini. Lalu tiba-tiba anda bertanya
kepada mereka tentang dasar manhaj ini secara teoritis "apakah itu?"
Saya akan menjawabnya dengan jawaban terus-terang dan tuntas bahwa ia adalah
kaidah-kaidah dan dasar yang didatangkan oleh Al-Qur'an Al-Karim. Jika anda bertanya
H i m p u n a n R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]
tentang sarana dan khithah kerjanya, saya menjawab dengan terus-terang juga bahwa ia
adalah sarana dan khithah warisan Rasulullah saw. Dan tidaklah baik akhir urusan umat
ini, kecuali dengan kebaikan yang ada pada generasi awalnya.
Dengan uraian-uraian ini, usailah serial global mengenai Ikhwanul Muslimin yang
dinamis. Saya berharap bahwa ia berpengaruh bagi para pembaca yang budiman,
kemudian memberi dukungan kepada mereka yang siap mempersembahkan segalanya.
di jalan Allah dan dakwah, serta bergabung dengan mereka untuk memberikan
sahamnya lebih banyak dalam menghadapi kebangkitan yang wajar ini, yang pekerjanya
setiap hari menuai kemenangan batu. Jika tidak mengantarkannya kepada kemerdekaan,
paling tidak mengantarkannya kepada generasi berikutnya, berkat kegigihan
perjuangannya, insya Allah.
'Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
yang beriman akan menilai pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang telah kamu kerjakan.'" (At-Taubah: 105)