Pages

Sabtu, 30 November 2013

MAKNA DAKWAH

Makna Dakwah

Secara bahasa artinya seruan. Meliputi 7 hal:

1. Seruan kepada manusia (da'watunnas): menyeru, memanggil, mengajak
2. kepada Allah (ilallah): menyeru manusia kepada Allah bukan kepada saya atau aku (ilaina) tetapi kepada Allah (ilallah). Caranya dengan menggambarkan terlebih dahulu Islam secara keseluruhan.
3. dengan hikmah dan perkataan yang baik (Bilhikmati wal mau'idzhotilhasanah) contoh; dalam Al Qur'an kepada nabi; Jika kamuberkata keras maka mereka akan melawan kamu.
An nahl: 125
4. Hingga manusia mengingkari/menjauhi thoghut (hatta yakfuruna bithoghut)
5. Dan beriman kepada Allah (wayu'minubillah)
6. dan mengeluarkan orang tersebut dari kegelapan (wayakhrujunaminadzhulumaat)
7. kepada cahaya Islam (ilannuril islam) (2:257)

Rukun-rukun Da'wah (Arkanul Da'wah):

1. Al 'Ilmu

* Tanpa ilmu orang justru menjadi rusak. orang yang melaksanakan amal tanpa ilmu maka justru akan menjadi bid'ah dan mengantarkannya pada celaka/nar.
*Orang yang tidak berilmu tidak akan bisa menyampaikan sesuatu
*Suatu keniscayaan bagipembina majelis untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya.

2. At Tarbiyah

(asal kata : roba yabu, yang maknanya peningkatan/ pengkatrolan/pembinaan)
• Dari yang sedikit tahu menjadi lebih banyak tahu
• Dari yang tidak beriman menjadi beriman

Apa yang di tarbiyah:
1. Ruhiyah contohnya: qiyamulail, aktivitas kholaqoh
2. Aqliyah; contohnya: mencari wawasan lain, mencari ilmu, banyak bertanya, banyak membaca
3. Jasadiah contohnya: senam rutin minimal 20 menit

3. Aljihad (Mumthahanah:8-9)

Dibolehkan berperang pada orang-orang kafir yang memusuhi kamu, dilarang berkawan dengan orang yang memusuhi kamu, waspada kepada orang kafir.

ANASHIRUD DAKWAH (UNSUR-UNSUR DAKWAH)


Anasir dakwah (unsur-unsur dakwah) ini diambil dari surat Yusuf (12) ayat (108). Dengan ayat ini kemudian ditafsirkan oleh ulama dakwah melalui tafsir dakwahnya sehingga ayat surat ini menggambarkan bagaimana minhajdakwah yang disebutkan oleh Allah SWT di dalam surat Yusuf tersebut..
         Terdapat beberapa unsur dakwah : Qul misalnya yang mengawali surat ini bermakna katakanlah, tetapi juga dalam kaitannya dengan dakwah merupakan syar’iyyatud dakwah, karena ini merupakan firman Allah dan terdapat di dalam Al Qur’an sehingga fungsinya adalah sebagai syar’iyah atau cara/minhaj dakwah. Kemudian Allah menyebutkan hadzihi sabili (inilah jalanku) berarti juga sebagai risalatud dakwah (menyampaikan dakwah), hal ini menunjukkan bagaimana pentingnya jalan dakwah.
            Ad’u (menyeru manusia) adalah perintah dakwah yang bersifat terus-menerus karena ayat ini bermakna fiil mudhari yang berarti kata kerja yang berlaku hari ini, esok, dan masa depan, oleh karena itu dakwah dapat dikatakan sebagai harakatul mustamirah (gerakan yang terus-menerus). Ilallah (kepada Allah) memberi makna ghayatu shahihah (inilah tujuan yang benar), karena hanya kepada Allah saja tujuan dakwah ini bukan berdakwah mengajak kepada kumpulan dan pribadi tetapi kepada Islam.
            ‘Ala bashirah (keterangan atau bukti yang jelas) berarti juga dakwah berjalan berdasarkan minhajul wadhihah. Ana (saya disini Nabi SAW) adalah sebagai pemimpin yang ikhlas (qiyadatul mukhlishah). Wamanittaba’ani (orang yang mengikutinya) sebagai jundiyah muthi’ah (tentara yang patuh dan taat). Kemudian sunnatullah menunjukkan tajarrud dan wama ana minal musyrikin adalah tauhid yang berarti menghindarkan diri dari kemusyrikan.
            Dapat disimpulkan bahwa dakwah harus mengikuti syariat di dalam menyampaikan dakwahnya. Dakwah harus bersifat sesuatu program yang terus-menerus tidak pernah cuti dan berhenti dengan tujuan yang benar dan berdasarkan minhaj yang jelas. Dakwah harus dibawa oleh pengikut yang taat dengan ciri-ciri tajarruddan mentauhidkan Allah.
1.       Anashir dakwah
Syarah
·         Terdapat beberapa anasir atau komponen dakwah yang disebutkan di dalam surat 12:108. Anasir ini menggambarkan minhaj dakwah. Panduan dakwah dapat diambil dari ayat ini misalnya perlunya pemimpin yang ikhlas dan pengikut yang taat, tujuan dan minhaj yang jelas, adanya aktivitas dan pesan, kemudian pelaku dakwah harus beriman bersikap tajarrud. Beberapa anasir dapat dilihat di bawah ini.
2.      Qul-syar’iyyatud dakwah
Syarah
·         Qul atau katakanlah berarti suatu perintah syara yang langsung berasal dari Allah dan RasulNya. Perintah atau arahan yang disebutkan setelah perkataan qul ini berarti sesuatu yang perlu diperhatikan dan mempunyai kepentingan bagi kita. Dalam surat 12 :108 menjelaskan bagaimana dakwah yang perlu dilalui yaitu harus memenuhi beberapa anasir misalnya ada pemimpin, pengikut, tujuan, minhaj, dan sikap.
3.      Hadzihi sabili-risalatud dakwah
Syarah
·         Inilah jalanku didalam surat tersebut merupakan pesan dakwah. Dakwah yang dilakukan Nabi adalah jalan yang perlu juga dilalui oleh setiap muslim. Dakwah itu sendiri merupakan pesan yang perlu kita tunaikan. Namun demikian, jalan dakwah yang dikehendaki Islam adalah dakwah yang lengkap dan mempunyai beberapa anasir.
4.      Ad’u-harakatul mustamirah
Syarah
·         Ad’u artinya aku menyeru. Di dalam ayat ini yang perlu diperhatikan adalah kalimat ad’u adalah kalimat mudhari’ berarti kalimat yang berlaku saat ini dan akan terjadi seterusnya di masa depan. Dengan pengertian ini maka mufasir dakwah menyebutkan bahwa sifat dakwah adalah aktivitas atau gerakan yang terus-menerus, tiada henti walau bagaimanapun keadaannya baik dalam keadaan susah ataupun senang. Dakwah yang senantiasa berjalan adalah sunnahnya dakwah Islam, siapa yang mengikuti jalan ini harus menjadikan kehidupannya adalah kehidupan dakwah. Oleh karena itu dakwah berjalan maka tidak akan mungkin muncul pemandulan atau tidak ada pengikut. Kekurangan pengikut dan mandulnya potensi dakwah disebabkan karena dakwah tidak berjalan. Walaupun dakwah berjalan sedikit maka dapat dipastikan memperoleh hasil.
5.      Ilallah-ghoyatu shahihah
Syarah
·         Dakwah yang ilallah adalah dakwah yang mempunyai tujuan kepada Allah, hal ini merupakan tujuan yang benar. Apabila tujuan dakwah bukan kepada Allah maka dakwah tidak bertujuan baik, ia akan menyimpang. Dakwah yang bertujuan tidak baik ini misalnya adalah dakwah yang mengajak kepada kumpulan (jamaah) atau dakwah yang membawa kepada pribadi (syakhshiyah). Jamaah atau syakhshiyah da’i adalah wasilah atau pintu untuk berdakwah tetapi nilai yang disampaikan adalah nilai Islam. Selain itu dakwah ilallah adalah dakwah yang mengajak mad’u dekat dengan Al Qur’andan sunnah sehingga mereka mencintai dan membelanya.
6.      ‘Ala bashirah-minhajul wadhihah
Syarah
·         Dakwah yang dijalankan juga harus berdasarkan keterangan yang jelas dengan petunjuk yang benar dan panduan yang lengkap. Al Qur’an dan Sunnah merupakan bagian dari rujukan dan utama dalam dakwah. Bashirah adalah yang berasal dari Islam maka dengan demikian dakwah juga harus berdasarkan minhajul wadhihah (panduan yang jelas). Beberapa contoh minhaj yang wadhih di dalam dakwah adalah dakwah harus dengan hikmah, hasanah, dan marhamah, dakwah mengikuti anasir seperti jama’ah, pemimpin, dan pengikut. Dakwah harus mengikuti marhalah, dakwah memiliki tujuan dan berbagai wasilah yang dapat diterima oleh mad’u dan sebagainya.
7.      Ana-qiyadatul mukhlishah
Syarah
·         Saru anasir penting di dalam dakwah yang tidak boleh dilupakan adalah adanya pemimpin. Pemimpin ini berarti orang yang membawa jamaah beserta pengikutnya. Ciri utama yang perlu dimillki oleh qiyadah adalah ikhlas (qiyadah mukhlishah). Dengan keikhlasan ini, qiyadah dapat membawa jamaah dengan baik walaupun banyak cobaan, tantangan, fitnah dari dalam maupun dari luar. Dengan ikhlas qiyadah dapat menerima kenyataan yang berlaku serta dapat menghadapi masalah dengan baik. Qiyadah yang tidak ikhlas akan membawa pengikutnya kepada kepentingan pribadi dan memperturutkan hawa nafsunya saja. Pemimpin yang demikian banyak terjadi pada beberapa contoh di dalam gerakan Islam atau bukan, dimana gerakan menjadi terabantukan.
8.      Wamanittaba’ani
Syarah
·         Adanya qiyadah harus diikuti dengan adanya jundiyah (pengikut). Apabila qiyadah mukhlishah maka jundiyah harus muthi’ah. Pengikut yang tidak taat, maka akan menghentikan proses dakwah dan akan menghancurkan dakwah itu sendiri. Pengikut yang tidak taat tidak akan dapat diarahkan untuk mengerjakan program gerakan. Kehadiran, keterlibatan, dan partisipasi yang kurang ke dakwah adalah ciri dari tidak taatnya jundi kepada qiyadah. Program yang baik, sasaran yang menarik, dan wasilah yang canggih tidak akan tercapai apabila pengikut tidak taat. Keberadaan pengikut di dalam dakwah sangatlah diperlukan bagi perkembangan dakwah itu sendiri, tetapi yang lebih penting lagi adalah pengikut yang setia.
9.      Subhanallah-tajarrud
Syarah
·         Maha suci Allah adalah sikap tajarrud pengikut ataupun pemimpin dakwah. Pelaku dakwah harus senantiasa mensucikan Allah dengan perbuatan, pemikiran dan akhlaknya. Dengan membebaskan diri dari kejahiliyahan, kekotoran, kemusyrikan, dan kebatilan akan membawa kita kepada kejayaan dakwah. Mensucikan Allah maka akan mendukung dan membela kita.

10.   Wama ana minal musyrikin

Syarah

·         Sikap berikutnya dari pelaku dakwah adalah tidaklah dirinya menjadi orang yang musyrik. Pelaku dakwah harus melakukan tauhid saja. Bentuk tauhid diantaranya adalah meninggalkan segala bentuk pengabdian selain kepada Allah dan juga menghindari segala tingkah laku bukan Islam. Tauhid dari segi uluhiyah ini mempunyai kesan yang tinggi kepada semua aspek kehidupan kita. Dengan tauhid juga maka akan mewarnai pemikiran, akhlak, dan ruhani dengan Islam.

Dalil

"Katakanlah (wahai Muhammad) ini jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada (agama) Allah dengan hujjah yang nyata. Mha suci Allahsan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik," Al Qur'an Surat Yusuf (12) ayat (108)

KEUTAMAAN DAKWAH





Beberapa Keutamaan Dakwah:
  1. Dakwah menjadi utama karena ia adalah muhimmatur rusul (tugas para nabi dan rasul).
  2. Dakwah menjadi utama karena ia adalah ahsanul a’mal (sebaik-baik amal).
  3. Dakwah menjadi utama karena dengan berdakwah seorang muslim meraih pahala yang teramat besar (al-hushul ‘alal ajri al-azhim).
  4. Dakwah menjadi utama karena dapat menyelamatkan da’i dari azab Allah swt dan pertanggungjawaban di akhirat.
  5. Dakwah menjadi utama karena ia adalah jalan menuju khairu ummah (terbentuknya umat yang terbaik).
Dengan demikian berarti seorang da’i sedang menjalani kehidupan rabbaniyyah (al-hayah ar-rabbaniyyah) dan kehidupan yang penuh keberkahan (a-hayah al-mubarakah).

Narasi
Dakwah adalah aktivitas menyeru manusia kepada Allah swt dengan hikmah dan pelajaran yang baik dengan harapan agar objek dakwah (mad’u) yang kita dakwahi beriman kepada Allah swt dan mengingkari thagut (semua yang di abdi selain Allah) sehingga mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.
Jika kita melihat ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits Rasulullah saw, kita akan banyak menemukan fadhail (keutamaan) dakwah yang luar biasa. Dengan mengetahui, memahami, dan menghayati keutamaan dakwah ini seorang muslim akan termotivasi secara kuat untuk melakukan dakwah dan bergabung bersama kafilah dakwah di manapun ia berada.
Mengetahui keutamaan dakwah termasuk faktor terpenting yang mempengaruhi konsistensi seorang muslim dalam berdakwah dan menjaga semangat dakwah, karena keyakinan terhadap keutamaan dakwah dapat menjadikannya merasa ringan menghadapi beban dan rintangan dakwah betapapun beratnya.

Beberapa keutamaan dakwah yang dapat kita sebutkan dalam pokok bahasan ini adalah:

1.  Dakwah adalah Muhimmatur Rusul (Tugas Utama Para Rasul alaihimussalam)
Para rasul alaihimussalam adalah orang yang diutus oleh Allah swt untuk melakukan tugas utama mereka yakni berdakwah kepada Allah. Keutamaan dakwah terletak  pada disandarkannya kerja dakwah ini kepada manusia yang paling utama dan mulia yakni Rasulullah saw dan saudara-saudara beliau para nabi & rasul alaihimussalam.
Katakanlah (Hai Muhammad): “Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah (mengajak kamu)  kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf (12): 108).
Ayat di atas menjelaskan jalan Rasulullah saw dan para pengikut beliau yakni jalan dakwah. Maka barangsiapa mengaku menjadi pengikut beliau saw, ia harus terlibat dalam dakwah sesuai kemampuannya masing-masing.
Tentang Nabi Nuh as, Allah mengisahkan kesibukan beliau yang tak kenal henti dalam menjalankan tugas berdakwah siang dan malam:
Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah mendakwahi (menyeru) kaumku malam dan siang. (Nuh (71): 5).
Tentang Nabi Ibrahim as, Allah mengisahkan dakwah yang beliau lakukan kepada ayah dan umatnya:
69. dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim.
70. ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Apakah yang kamu sembah?”
71. mereka menjawab: “Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya”.
72. berkata Ibrahim: “Apakah berhala-berhala itu mendengar (doa)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya)?,
73. atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudarat?”
74. mereka menjawab: “(Bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian”.
75. Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah,
76. kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?,
77. karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam,
78. (Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku,
79. dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,
80. dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku,
81. dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali),
82. dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat”. (Asy-Syuara (26): 69-82).
Tentang Nabi Musa as, Allah swt mengisahkan dakwah beliau dalam banyak ayat-ayat Al-Quran, di antaranya:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: “Sesungguhnya aku adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam”.  Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya. (Az-Zukhruf (43): 46-47).
Tentang Nabi Isa as, Allah swt mengisahkan dakwah beliau dalam firman-Nya:
Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: “Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa hikmah  dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah (kepada) ku”. Sesungguhnya Allah Dialah Tuhanku dan Tuhan kamu maka sembahlah Dia, ini adalah jalan yang lurus. (Az-Zukhruf (43): 63-64).
Pintu kenabian dan kerasulan memang sudah tertutup selama-lamanya, namun kita masih dapat mewarisi pekerjaan dan tugas mulia mereka, sehingga kita berharap semoga Allah swt berkenan memuliakan kita.

2.  Dakwah adalah Ahsanul A’mal (Amal yang Terbaik)
Dakwah adalah amal yang terbaik, karena dakwah memelihara amal Islami di dalam pribadi dan masyarakat. Membangun potensi dan memelihara amal shalih adalah amal dakwah, sehingga dakwah merupakan aktivitas dan amal yang mempunyai peranan penting di dalam menegakkan Islam. Tanpa dakwah ini maka amal shalih tidak akan berlangsung.
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah (menyeru) kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Fushilat (41): 33).
Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya: Allah swt menyeru manusia: “Wahai manusia, siapakah yang lebih baik perkataannya selain orang yang mengatakan Rabb kami adalah Allah, kemudian istiqamah dengan keimanan itu, berhenti pada perintah dan larangan-Nya, dan berdakwah (mengajak) hamba-hamba Allah untuk mengatakan apa yang ia katakan dan mengerjakan apa yang ia lakukan.” (Tafsir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al-Quran, 21/468).
Bagaimana tidak akan menjadi ucapan dan pekerjaan yang terbaik? Sementara dakwah adalah pekerjaan makhluk terbaik yakni para nabi dan rasul alaihimussalam.
Sayyid Quthb rahimahullah berkata dalam Fi Zhilal Al-Quran: “Sesungguhnya kalimat dakwah adalah kalimat terbaik yang diucapkan di bumi ini, ia naik ke langit di depan kalimat-kalimat baik lainnya. Akan tetapi ia harus disertai dengan amal shalih yang membenarkannya, dan disertai penyerahan diri kepada Allah sehingga tidak ada penonjolan diri di dalamnya. Dengan demikian jadilah dakwah ini murni untuk Allah, tidak ada kepentingan bagi seorang da’i kecuali menyampaikan.  Setelah itu tidak pantas kalimat seorang da’i kita sikapi dengan berpaling, adab yang buruk, atau pengingkaran. Karena seorang da’i datang dan maju membawa kebaikan, sehingga ia berada dalam kedudukan yang amat tinggi…” (Fi Zhilal Al-Quran 6/295).

3. Dakwah memiliki keutamaan yang besar karena para da’i akan memperoleh balasan yang besar dan berlipat ganda (al-hushulu ‘ala al-ajri al-‘azhim).
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لِعَلِيٍّ: ((فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ)) (رواه البخاري ومسلم وأحمد)
Sabda Rasulullah saw kepada Ali bin Abi Thalib: “Demi Allah, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan (dakwah)mu maka itu lebih bagimu dari unta merah.” (Bukhari, Muslim & Ahmad).
Ibnu Hajar Al-‘Asqalani ketika menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa: “Unta merah adalah kendaraan yang sangat dibanggakan oleh orang Arab saat itu.”
Hadits ini menunjukkan bahwa usaha seorang da’i menyampaikan hidayah kepada seseorang adalah sesuatu yang amat besar nilainya di sisi Allah swt, lebih besar dan lebih baik dari kebanggaan seseorang terhadap kendaraan mewah miliknya.
Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan:
« يَا عَلِيُّ، لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ عَلَى يَدَيْكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ » (رواه الحاكم في المستدرك)
“Wahai Ali, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan usaha kedua tanganmu, maka itu lebih bagimu dari tempat manapun yang matahari terbit di atasnya (lebih baik dari dunia dan isinya). (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ)) (رواه الترمذي عن أبي أمامة الباهلي).
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt memberi banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili).
Berapakah jumlah malaikat, semut dan ikan yang ada di dunia ini? Bayangkan betapa besar kebaikan yang diperoleh oleh seorang da’i dengan doa mereka semua!
Imam Tirmidzi setelah menyebutkan hadits tersebut juga mengutip ucapan Fudhail bin ‘Iyadh yang mengatakan:
عَالِمٌ عَامِلٌ مُعَلِّمٌ يُدْعَى كَبِيرًا فِي مَلَكُوتِ السَّمَوَاتِ
“Seorang yang berilmu, beramal dan mengajarkan (ilmunya) akan dipanggil sebagai orang besar (mulia) di kerajaan langit.”
Keagungan balasan bagi orang yang berdakwah tidak hanya pada besarnya balasan untuknya tetapi juga karena terus menerus nya ganjaran itu mengalir kepadanya meskipun ia telah wafat.
Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini:
((مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّـئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ)) (رواه مسلم عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنه).
“Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang mencontohnya tanpa dikurangi sedikit pun pahala mereka yang mencontoh nya. Dan barangsiapa mencontohkan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan oleh orang lain, maka akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang menirunya tanpa mengurangi mereka yang menirunya. (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah ra).

4.  Dakwah dapat menyelamatkan kita dari azab Allah swt (An-Najatu minal ‘Azab)
Dakwah yang dilakukan oleh seorang da’i akan membawa manfaat bagi dirinya sebelum manfaat itu dirasakan oleh orang lain yang menjadi objek dakwahnya (mad’u). Manfaat itu antara lain adalah terlepasnya tanggung jawabnya di hadapan Allah swt sehingga ia terhindar dari adzab Allah.
Tersebutlah sebuah daerah yang bernama “Aylah” atau “Eliah” sebuah perkampungan Bani Israil. Penduduknya diperintahkan Allah untuk menghormati hari Jumat dan menjadikannya hari besar, namun mereka tidak bersedia dan lebih menyukai hari Sabtu. Sebagai hukumannya Allah swt melarang mereka untuk mencari dan memakan ikan di hari Sabtu, dan Allah membuat ikan-ikan tidak muncul kecuali di hari Sabtu. Sekelompok orang kemudian melanggar larangan ini dan membuat perangkap ikan sehingga ikan-ikan di hari Sabtu masuk ke dalam perangkap lalu mereka mengambilnya di hari ahad dan memakannya. Sementara orang-orang yang tidak melanggar larangan Allah terbagi menjadi dua kelompok yaitu mereka yang mencegah kemunkaran dan mereka yang diam saja.
Terjadilah dialog antara orang-orang yang diam saja dengan mereka yang  berdakwah mengingatkan saudara-saudaranya yang melanggar larangan Allah. Dialog ini disebutkan dalam Al-Quran:
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri  yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu , di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu , dan supaya mereka bertakwa. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Al-A’raf (7): 163-165).
Perhatikan jawaban orang-orang yang berdakwah ketika ditanya mengapa mereka menasehati orang-orang yang melanggar perintah Allah:
1.    مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ
2.    وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
1.    Kami berdakwah agar menjadi argumentasi & penyelamat kami dihadapan Allah swt.
2.    Mudah-mudahan mereka bertaqwa.
Perhatikan pula bahwa yang secara tegas diselamatkan oleh Allah dari adzab-Nya adalah orang-orang yang melarang perbuatan maksiat.
Dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar adalah kontrol sosial yang harus dilakukan oleh kaum muslimin agar kehidupan ini selalu didominasi oleh kebaikan. Kebatilan yang mendominasi kehidupan akan menyebabkan turunnya teguran atau adzab dari Allah swt. Rasulullah saw bersabda:
((مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا)) (رواه البخاري)
Perumpamaan orang yang tegak di atas hukum-hukum Allah dengan orang yang melanggarnya seperti kaum yang menempati posisinya di atas bahtera, ada sebagian yang mendapatkan tempat di atas, dan ada sebagian yang mendapat tempat di bawah. Mereka yang berada di bawah jika akan mengambil air harus melewati orang yang berada di atas, lalu mereka berkata: “Jika kita melubangi bagian bawah milik kita dan tidak mengganggu mereka..” Kalau mereka membiarkan keinginan orang yang akan melubangi, mereka semua celaka, dan jika mereka menahan tangan mereka maka selamatlah semuanya. (HR. Bukhari).
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ)) (رواه الترمذي وقَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ).
Dari Hudzaifah bin Yaman ra dari Nabi Muhammad Saw beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau Allah akan menurunkan hukuman dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR Tirmidzi, beliau berkata: hadits ini hasan).

5.  Dakwah adalah Jalan Menuju Khairu Ummah
Rasulullah saw berhasil mengubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik sepanjang zaman dengan dakwah beliau. Dakwah secara umum dan pembinaan kader secara khusus adalah jalan satu-satunya menuju terbentuknya khairu ummah yang kita idam-idamkan. Rasulullah saw melakukan tarbiyah mencetak kader-kader dakwah di kalangan para sahabat beliau di rumah Arqam bin Abil Arqam ra, beliau juga mengutus Mush’ab bin Umair ra ke Madinah untuk membentuk basis dan cikal bakal masyarakat terbaik di Madinah (Anshar).
Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw ini adalah juga jalan yang harus kita tempuh untuk mengembalikan kembali kejayaan umat. Imam Malik bin Anas ra berkata:
لاَ يَصْلُحُ آخِرُ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا
Akhir umat ini tidak menjadi baik kecuali menggunakan cara yang digunakan untuk memperbaiki generasi awalnya. (Nashiruddin Al-AlBani, Fiqhul Waqi’ hlm 22).
Umat Islam harus memainkan peran dakwah & amar ma’ruf nahi munkar dalam semua keadaannya, baik ketika memperjuangkan terbentuknya khairu ummah maupun ketika cita-cita khairu ummah itu telah terwujud. Allah swt berfirman:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Ali Imran (3): 110).

Al-Hayatu Ar-Rabbaniyyah
Dengan semua keutamaan dakwah di atas, berarti seorang da’i dengan dakwahnya sedang menjalani hidupnya dengan kehidupan rabbaniyyah yakni kehidupan yang selalu berorientasi kepada Allah swt dan kehidupan yang selalu diisi dengan belajar Al-Quran yang menjadi sumber kebaikan serta mengajarkannya kepada orang lain.
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (Ali Imran (3): 79).
Rasulullah saw diperintahkan oleh Allah swt untuk mengajak umatnya agar menjadi orang-orang yang Rabbani yakni mereka yang selalu belajar dan mengajarkan Al-Quran sehingga hidup mereka menjadi rabbani pula. Dakwah adalah aktivitas belajar dan mengajarkan Al-Quran baik dalam membacanya, memahaminya, mengamalkannya, memperjuangkan tegaknya hukum-hukumnya, dan konsisten dalam melakukan itu semua.
Kehidupan rabbaniyyah adalah kehidupan seorang da’i yang selalu mengorientasikan semua aktivitasnya kepada Allah swt Rabbnya, di mana kehidupan, kematian, ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah semuanya dipersembahkan untuk Allah swt. Ibadah yang menjadi tujuan hidup semua manusia dilaksanakan untuk mengagungkan Allah swt seagung-agungnya dan untuk menyatakan kehinaan dan kelemahan kita di hadapan-Nya. Dakwah adalah salah satu bentuk pengagungan kepada Allah yang paling utama, karena di dalamnya seorang da’i meninggikan kalimat-Nya melalui lisannya, amalnya, dan ajakannya kepada orang lain. Di dalam dakwah seorang da’i bersabar menghadapi berbagai ujian berat semata-mata demi mengagungkan Allah swt. Semakin berat tantangan dan ujian dalam mengagungkan Allah swt, semakin besar dan mulia bentuk pengagungan itu di sisi Allah swt.
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (Al-An’am (6): 162).

Al-Hayah Al-Mubarakah (Kehidupan yang Diberkahi)
Dengan selalu berdakwah di jalan Allah swt serang da’i telah menjadikan hidupnya penuh keberkahan. Yang dimaksud dengan keberkahan adalah kebaikan yang banyak dan melimpah di sisi Allah swt. Para Nabi alaihimussalam adalah orang yang paling diberkahi dan kehidupannya adalah kehidupan penuh keberkahan, perhatikan ucapan Nabi Isa as tentang dirinya:
Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam (19): 31).
Penyebab utama kehidupan Nabi Isa dan para Nabi lainnya diberkahi oleh Allah swt adalah pekerjaan mereka sebagai orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk mendakwahkan ajaran-Nya kepada manusia. Inilah yang dipahami oleh Ibnul Qayyim – salah seorang ulama besar – ketika menjelaskan surat Maryam ayat 31 di atas. Beliau berkata:
فَإِنَّ بَرَكَةَ الرَّجُلِ:
•    تَعْلِيْمُهُ لِلْخَيْرِ حَيْثُ حَلَّ،
•    وَنُصْحُهُ لِكُلِّ مَنْ اِجْتَمَعَ بِهِ.
قَالَ تَعَالَى إِخْبَارًا عَنِ الْمَسِيْحِ: وجعلني مباركا أينما كنت  [مريم: ٣١] أَيْ:
1.    مُعَلِّمًا لِلْخَيْرِ،
2.    دَاعِيًا إِلَى اللهِ،
3.    مُذَكِّرًا بِهِ،
4.    مُرَغِّبًا فِيْ طَاعَتِهِ.
Keberkahan seseorang itu ada pada:
•    pengajarannya terhadap segala macam kebajikan di mana pun ia berada, dan
•    Nasehat yang ia berikan kepada semua orang yang ijtima’ (berkumpul) dengannya.
Saat menceritakan tentang nabi Isa – ‘alaihissalam – Allah swt berfirman:
“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada”. (Q.S. Maryam: 31)
Nabi ‘Isa – ‘alaihissalam – menjadi manusia yang membawa berkah adalah karena ia:
  1. Menjadi guru kebajikan
  2. Juru dakwah yang menyeru manusia kepada Allah – subhanahu wa ta’ala -
  3. Mengingatkan manusia tentang Allah – subhanahu wa ta’ala -
  4. Mendorong dan memotivasi manusia untuk taat kepada Allah – subhanahu wa ta’ala.
Demikian Ibnul Qayyim melihat keberkahan dalam hidup seseorang, di mana kehidupan yang berkah itu – menurut beliau & sesuai arahan Al-Quran – ditentukan oleh aktivitas memberi manfaat kepada orang lain melalui dakwah dan kebaikan yang disebarkan demi meninggikan kalimat Allah swt.